Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2021

Hamba

Manusia itu dasarnya rapuh, lemah, tak berdaya. Bisa kuat, bangkit, dan menghadapi hal yang tak mengenakan semata-mata karena kebaikan Tuhannya. Tanpa itu? Apalah daya. Tidak ada.  Manusia dengan jemawanya berkata saya kuat, saya paling. Padahal, itu hanya kekuatan Tuhannya yang ditampakkan baru sepersekian. Padahal, yang tampak adalah kebaikan Tuhannya atas dia. Tanpa rahmat, tanpa rahim, manusia tidak ada artinya. Padahal manusia hanyalah hamba, tapi selalu merasa paling.  Menjadi hamba berarti mengakui kelemahan diri. Mengakui bahwa ada Yang Maha Kuat, Yang Maha Menguatkan. Menjadi hamba berarti pasrah atas Yang Maha Mengendalikan. Menjadi hamba berarti tahu bila ada yang akan selalu sayang, selalu menolong. Menjadi hamba berarti tak lagi berharap pada manusia yang kedudukannya setara tapi berpasrah pada Yang Maha Tinggi.

Surat untuk Rabbnya - Sayang

"Kamu akan meleleh bila tahu bagaimana Allah mengurus dirimu dari bangun hingga tidur." Allah sayang hambaNya bahkan melebihi ayah dan ibu kamu sendiri. Allah akan dan selalu ada, dekat sekali lebih dari nadi. Bentuk kasih sayang Allah tidak akan kamu sadari, bahkan mungkin dalam beberapa bentuk sayangnya kamu akan bertanya. Padahal, itu adalah sebenar-benarnya kasih sayang. Semua hal yang kamu anggap tidak menyenangkan mungkin dan pasti baik untuk kamu, hanya saja kamu melihatnya dari kacamata manusia. Semua hal yang sudah dan belum terjadi telah Allah susun sedemikian rupa. Sempurna, sesempurna Dia. Tak ada cela. Tidak terlambat, tidak pula terlalu cepat. Betapa malunya saya ketika mengingat bagaimana saya malas untuk sholat, tidak khusyu, berpikir dua kali untuk bersedekah. Tapi, Allah tetap sayang pada saya Berapa banyak kelalaian dalam nikmat yang Ia beri? Berapa banyak kesalahan yang dimaafkan? Allah tetap membuka tanganNya selebar mungkin ketika saya bersimpuh. Allah t

Rapuh

Konsep rapuh ini baru benar-benar saya selami selama satu tahun belakangan. Setelah belasan tahun didominasi konsep kuat, ternyata masih samar dengan hal yang berbau rapuh. Rapuh, lemah, tak berdaya sesungguhnya adalah benar-benar manusia. Kuat, kokoh, adidaya hanya Allah yang bisa. Manusia seringnya menyuruh manusia lainnya untuk kuat, tapi tidak memberitahu untuk meminta kekuatan pada Yang Maha Kuat. Dalam kerapuhan, saya menemukan kekuatan. Dalam kerapuhan, saya benar-benar diperlihatkan kebaikanNya, pertolonganNya.  Rapuh tidaklah buruk, rapuh bukanlah noda hitam diri yang harus disembunyikan. Rapuh adalah bagian diri yang sangat harus dihargai. Namun, tidak semua orang bersedia dilihat ketika rapuh, ketika hancur berantakan. Konstruksi sosial yang membuat kerangka-kerangka soal ini jadi tabu, jadi tidak layak untuk diperlihatkan. Sebagaimana emosi sedih yang harus disimpan rapat-rapat, tak seperti senang yang harus disiarkan kepada dunia luar. Menjadi rapuh adalah menjadi manusia.