Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2020

Surat Cinta untuk Rabbnya - Cukup

Secukup-cukupnya bahkan melebihi dari apa yang seharusnya diterima adalah cinta Allah pada hambaNya. Manusia sibuk mencari-cari cinta dari makhluk tapi lupa cinta dari Yang Maha Menyayangi, Maha Mengasihi jauh lebih luas dan tidak melihat kondisi. Saya sibuk mencari makhluk untuk mencukupkan sayangnya, tapi saya tidak lihat bahwa sayangnya Allah pada saya seharusnya lebih cukup. Saya sibuk mencari makhluk yang bisa mengisi hari-hari, menemani dalam sedih, jadi tempat bercerita atas apapun.. tapi lupa bahwa saya selalu punya Allah yang ada di tiap apapun situasi saya. Yang Maha Mendengar tiap keluh kesah. Seharusnya.. hati saya selalu cukup atas cinta Allah. Mana lagi cinta yang paling tulus dan tak bersyarat selain cinta Allah pada hambaNya? Jujur dengan Allah.. biarkan Dia menyentuh hatimu yang sudah lalai berulang kali ini.  "Hati manusia berada di antara jari jemari Rabbnya."

Surat Cinta untuk Rabbnya - Tertatih

Ribuan tahun lalu, jiwa saya di sana, di Arsy, bersama Rabbnya. Mungkin pernah 'melihat' Rabbnya sebelum akhirnya ditiupkan ke dalam alam rahim. Jiwa manusia selalu dan senantiasa milik Yang Kuasa. Mungkin itu juga mengapa jiwa-jiwa yang Allah kehendaki akan memberi tanda pada diri jika sudah keluar dari jalurnya. Jiwa itu akan merasa sedih dan jauh dari Yang Mencipta. Saya kenapa? Allah tak berjarak, sama sekali tidak. Ia dekat bahkan lebih dekat dari urat nadi manusia. Meski Allah bersemayam di Arsy dan manusia di bumi.. jiwa-jiwa hambaNya selalu dekat denganNya. Memang jiwa manusia milik Allah. Jiwa ini tahu bahwa ia sedang jauh dari Rabbnya. Jiwa ini bersedih, lantas diri tidak menyadari. Raga selalu lalai, tapi jiwa dengan izin Allah seringkali membawanya kembali. Aku dekat, hambaKu. Aku dekat.. Lalu hamba ini dengan tertatih dan perlahan kembali menuju Rabbnya. Atas apapun yang akan terjadi.. hamba ini selalu punya Rabbnya.

Surat Cinta untuk Rabbnya - Nikmat

Lagi-lagi saya jauh. Jatuh, menggebu, terjerembab dalam kubangan yang dahulu pernah saya ikrarkan tak lagi akan seperti itu. Bolehkah saya kembali berkata saya hanya manusia, tempat segala lupa. Tempat segala salah bersemayam. Lupa diri. Diambil. Sendiri. Diambil? Bahkan apa-apa yang ada bukanlah milik saya. Bahkan diri saya bukanlah milik saya. Jiwa saya sepenuhnya selalu milik Yang Kuasa. Lantas, mengapa menyakiti? Manusia ini hanya bisa terdiam. Berpikir tentang hal-hal yang tak bisa dia ubah karena terlanjur terjadi. Memperbaiki pun tak membuat hal tersebut kembali berdiri seperti sedia kala, tanpa cela, sempurna. Sekali lagi manusia ini menyadari, ia tak kuasa, bahkan untuk dirinya. Lalu, untuk apa terlalu percaya diri bahwa ia tak perlu lagi bersimpuh dalam-dalam dan meminta dengan serendah-rendahnya? Jemawa. Angkuh. Dirinya hanya setitik debu, tak terlihat di alam semesta yang tercipta dalam sekejap, jentikan jari Tuhannya dalam 6 hari. Nikmat. Lagi-lagi nikmat membuatnya lalai.

Surat Cinta untuk Rabbnya - Niat

Iman manusia itu tidak tetap, cenderung naik dan turun. Rasul yang benar-benar Allah jaga saja masih banyak-banyak berdoa agar ditetapkan iman Islamnya. Akhir-akhir ini sedang kembali memperbaiki niat dalam banyak hal terutama ibadah. Niat 'karena Allah' itu kadang masih bias. Jadi ketika ingin ibadah, mempertanyakan lagi, saya niat sholat untuk apa ya? Udah benar karena Allah belum ya? Atau karena sudah terbiasa sholat jadi ya kurang saja kalau belum sholat.  Bahkan, hingga sekarang saya masih meraba bekerja karena Allah itu seperti apa. Niat juga berhubungan dengan yang namanya muraqabah; perasaan yang membuat kita sadar bahwa Allah Maha Melihat dan Mengawasi hamba-Nya. Sifat ini yang lagi saya pupuk pelan-pelan agar apa-apa yang saya kerjakan saya selalu ingat, Allah lihat loh. Bukan hanya di permukaan, tapi sampai titik terdalam diri. Perkara niat ini cukup menyentil karena kajian Ust. Oemar Mita. Dalam videonya beliau bilang, 'niat ibadah karena Allah itu utama,