Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2019

Surat Cinta untuk RabbNya - Lari

Saya rasa, Saya sedang berlari. Entah dari apa. Dari rasa sakit, atau rindu Yang menghantui. Saya berlari, Mencari pada hal-hal duniawi. Semu. Persinggahan yang saya lewati, Menawarkan tawa tapi tak mengobati. Saya kembali berlari, Pada hal duniawi. Tapi lagi-lagi, Tidak saya temukan kedamaian dalam diri. Saya berhenti. Bertanya pada diri, Apa yang sebenarnya kamu cari? Saya berhenti. Tidak ada jawab, Hanya sunyi. Sunyi. Dalam sunyi, Allah berjanji akan selalu hadir di setiap lini. Saya masih berlari, Namun tak lagi pada hal duniawi. Berlari, Mencari ketenangan diri, Dalam rengkuh ayat suci, Dan pelukan hangat Ilahi. Saya berhenti.

Surat Cinta untuk RabbNya - Rencana

Banyak rencana yang terucap dalam perbincangan.  Bicara tentang masa depan selalu indah, selalu menggugah. 'Nanti kita..' Sempat terucap di perbincangan malam itu. Hingga kini, Aku tak jua lupa. Tiap kata, tiap rasa dalam frasa. Malam ini, Semesta kembali mengambil perannya. Membuatku ingat hal-hal yang sudah hampir kulupa. Entah kenapa. Sebuah teater boneka masuk dalam rencana masa depan, kala itu. Namun, lagi lagi manusia tidak kuasa mewujudkan tiap rencana. Sang Semesta yang tentu lebih berkuasa tentang apa-apa di luar kuasa manusia. Rencana itu kini telah sirna, Tersapu waktu, Menjadi debu.

Surat Cinta untuk RabbNya - Suntuk

Aku berjalan dalam keramaian. Melempar senyum pada sekitaran. Kembali berjalan namun merunduk.  Suntuk pikiranku.  Bertubi hal ada di sana.  Tak ada yang mau mengalah.  Merasa paling benar, merasa yang paling harus didengar. Suntuk, aku merunduk.  Jalanku gugup.  Gigiku gemerutuk. Otakku tak bisa diam.  Gerutu. Gerutu. Gerutu. Al Mulk. Surat favoritku dalam buku firmanNya. Tetiba teringat, Bahwa yang bisa dan sering menghilangkan suntuk ya Al Mulk. Ya Rabb, Yang Maha Memiliki Segala Isi Kepala HambaNya. Izinkan hamba untuk lelap dalam gelap, Malam ini, Tuk hilangkan gerutu dan suntuk. Engkau yang Maha Baik sudah pasti mengangguk dan mengabulkan permohonan hambaMu, bukan?

Surat Cinta untuk Rabbnya - Kuat

Kemungkinannya sangat kecil, kata manusia.  Tapi bukankah Sang Pencipta Maha Besar? Tangis. Berusaha melepaskan, mengikhlaskan. Dia dalam perjalanan untuk bertemu Yang Maha Memiliki. Namun, badannya bereaksi lain. Masih ingin tinggal, tugasnya belum usai. Ikhtiarpun dilakukan. Detik berdetak begitu lama.  Sabar dalam menanti kabar, masih diberi kesempatan atau memang sudah penutupan. Berhasil. 'Yang kuat ya, kalau memang tidak bisa, insyaAllah kami ikhlas.'

Surat Cinta untuk Rabbnya - Perjalanan

Hati-hati, ya Nak. Ucapnya.  Saya pun pergi untuk kembali mengadu nasib. Rutinitas seperti biasa. Telepon saya berdering. Ada ibu saya diseberang sana. Dengan sedikit bernada tinggi dan menangis, namun tidak dengan ucapan yang jelas. Saya tahu ada yang tidak beres. Saya berusaha tenang, karena tak mungkin memunculkan kepanikan di tengah suasana kantor yang tenang. "Mbak, saya izin ya." Saya bergegas. 'Hai-hati ya, Nak.' Begitu terngiang di pikiran saya. Iya. Saya harus hati-hati. Sesampainya. Saya lihat si empunya suara suda berbaring tak berdaya, lemah. Saya tak lagi mampu menopang bendungan air mata yang sejak tadi sudah berebut untuk menelusuri pipi. Ya Rabb. Pelajaran tentang perpisahan paling dalam dan paling menyakitkan adalah kematian. Tapi ia adalah sebuah kepastian. Namun, si empunya suara masih ingin hidup.  Mungkin masih ingin bertemu keluarganya.  Mungkin masih merasa ada yang belum ia tuntaskan.  Mungkin,

Surat Cinta untuk Rabbnya - Terima Kasih

Dalam perjalanan pulang sehabis bekerja hingga larut, saya berhenti sejenak. Menengok ke sekitar, menengadahkan wajah ke langit. Lalu bergumam,  Masya Allah saya sudah ada di titik ini. Titik yang tidak pernah saya bayangkan akan terjadi di tahun sebelumnya. Lebih besar, lebih menyenangkan. Berkesempatan ada di sini, dalam pesta demokrasi lima tahunan, melihat dalam perspektif yang berbeda. Air mata saya luruh diam-diam, tak mampu saya bendung. Ingin sekali bergegas berwudhu dan mengucap syukur sebanyak-banyaknya, serta memohon ampun sedalam-dalamnya. Begitu besar yang Allah beri, begitu sedikit kewajiban yang saya tunaikan. Tak ada murka dalam tiap perjalanan, tapi selalu ada teguran yang mengembalikan. Ya Rabb, hambaMu yang lalai ini berusaha untuk selalu berterima kasih atas segala ketetapan dan ketentuanMu. Masih banyak sekali lalai dalam syukurnya, masih banyak kufur dalam nikmatnya. Ya Rabb, terima kasih. Terima kasih.