Hati-hati, ya Nak.
Ucapnya.
Saya pun pergi untuk kembali mengadu nasib. Rutinitas seperti biasa.
Telepon saya berdering. Ada ibu saya diseberang sana. Dengan sedikit bernada tinggi dan menangis, namun tidak dengan ucapan yang jelas.
Saya tahu ada yang tidak beres.
Saya berusaha tenang, karena tak mungkin memunculkan kepanikan di tengah suasana kantor yang tenang.
"Mbak, saya izin ya."
Saya bergegas. 'Hai-hati ya, Nak.' Begitu terngiang di pikiran saya. Iya. Saya harus hati-hati.
Sesampainya. Saya lihat si empunya suara suda berbaring tak berdaya, lemah.
Saya tak lagi mampu menopang bendungan air mata yang sejak tadi sudah berebut untuk menelusuri pipi.
Ya Rabb.
Pelajaran tentang perpisahan paling dalam dan paling menyakitkan adalah kematian. Tapi ia adalah sebuah kepastian.
Namun, si empunya suara masih ingin hidup.
Mungkin masih ingin bertemu keluarganya.
Mungkin masih merasa ada yang belum ia tuntaskan.
Mungkin, rezekinya belum habis.
Lepaskan saja kalau memang tidak kuat..
Bisikku.
Kami ikhlas.
Ikhlas.
Kata yang punya berjuta makna.
Entah lisan saya sepikiran dengan hati atau tidak.
Sang empunya suara,
sedang dalam perjalanan menuju Rabbnya.
sedang dalam perjalanan menuju Rabbnya.
Sang Pemilik,
ingin hambaNya kembali dalam keadaan suci.
ingin hambaNya kembali dalam keadaan suci.
"Kembalilah kepadaKu, jiwa-jiwa yang tenang."
Hati-hati ya, Kung.
Sampaikan salam Opin untuk Allah.
Semoga kita bisa bertemu lagi, di surgaNya Allah.
Komentar
Posting Komentar