Langsung ke konten utama

Am I Deserve?

Satu lagi titik yang sedang saya pijak di fase kehidupan ini. Titik yang bahkan untuk membayangkannya saja saya terlalu takut. 

Lalu pikiran saya memutar kembali ke ingatan beberapa bulan sebelum saya sampai pada titik ini.

Saya masih ingat betul bagaimana perasaan takut dan gelisah kala itu. Saya-belum-menemukan-judul-untuk-skripsi-saya. Tertekan? Tentu. Pusing? Banget! Saya sampai berpikir bahwa, yasudahlah tahun depan saja lulusnya. Saya merasa sudah dititik enggan untuk mencari topik apa yang menarik untuk saya teliti. Saya merasa, ah gini doang nanti, ah gak seru

Dan, akhirnya saya pasrah. Saya pasrah sepasrah-pasrahnya manusia yang pasrah. Saya berdialog dengan Allah dalam masa kebingungan itu. Saya hanya mengandalkan "Ya Allah tolong berikan saya judul yang bisa membawa keberkahan untuk saya, saya mampu untuk mengerjakannya, dan membawa saya pada kelulusan." Tiap lima hari sekali ataupun pada waktu-waktu lainnya. Plus menangis. Saya tahu berdoa tanpa usaha itu, bohong. Ya bagaimana mau dapet judul kalau hanya berdoa tapi nol usahanya? Tapi saya sudah lelah. Saya yakin Allah akan membantu saya.

Lalu, suatu ketika, saat saya sedang lelah-lelahnya pulang magang, saya membaca berita berjalan. Kegiatan yang rutin saya lakukan demi pencarian judul. Dan Allah memang terlalu baik, saya membca satu berita sembari membatin, JUDUL GUE TUH! Akhirnya saya telusuri isu yang tidak sengaja tertangkap ini.

VOILA! Sampailah saya dititik ini. Sungguh, tidak mudah menaklukan diri sendiri. Tidak bisa saya pungkiri bahwa saya bangga dengan pencapaian saya ini. :') 

Tapi, perjuangan belum berakhir dan hanya akan berakhir ketika sudah sampai liang lahat atau bahkan sampai pada Hari Berkumpul bukan?

------
Saya sangat merasakan kehadiran Allah. Ia benar-benar memperlihatkan saya sesuai dengan firmannya, sabar dan sholat. Tiap saya tidak tahu harus apa atau seperti waktu itu, narasumber saya tidak ada yang membalas email saya....saya sholat. Saya menangis...tersedu-sedu. Dan Allah selalu membukakan jalan untuk saya. Selalu.

Ketika saya sampai titik ini, saya berhenti sejenak. Untuk bersyukur, untuk menghela nafas, untuk mengucapkan terima kasih kepada badan saya. Saya berhenti sejenak dan berpikir, Allah selalu baik dengan saya. Selalu.

Tidak ada hal buruk yang Ia berikan kepada saya, kecuali Ia gantikan menjadi hal yang lebih baik. Lebih dan lebih baik lagi. Semakin saya menyertakan Allah dalam setiap urusan saya. Menggantungkan harap hanya padaNya. Berjalan padaNya dalam keadaan saya yang bingung entah harus apa. Allah semakin menunjukan keberadaanNya yang sangat sangat dekat. Allah berbicara pada saya bahwa, Cukuplah Aku sebagai penolong, Rorien. Allah sungguh tidak pernah meninggalkan saya barang sedetikpun. Ia juga yang senantiasa menghibur hambaNya ketika penat mengerjakan skripsi. Terharu:')

------
Saya masih belajar. Masih sangat nol dalam urusan ini. Namun, semoga saya istiqomah untuk hanya bergantung pada Allah. Untuk selalu mengkomunikasikan apapun masalah dan ujian yang sedang saya hadapi hanya padaNya. Untuk hanya menjadikan sholat dan berdzikir sebagai obat penenang jiwa. Untuk selalu berlari kepadaNya. Karena saya sungguh tidak mampu untuk menyelesaikan segala urusan saya sendirian. :')

------
Semoga usaha untuk selalu dan lebih mendekatkan diri pada Allah ini tidak hanya sampai disini. Tidak hanya karena saya merasa ada yang harus saya capai namun ketika hal itu sudah tercapai saya menjadi jauh kembali dari Allah. Semoga.





Komentar

Popular

Kalau Saya Boleh Memutar Waktu

Saya pernah mendengar percakapan seperti ini ketika suatu hari ada acara keluarga; "Katanya nanti pas SMP, Rama mau dimasukin pesantren, padahal kakak-kakaknya sarjana semua.." WALA. Pernyataan yang cukup bikin saya mengernyitkan dahi. Dulu sekali ketika saya masih berada di zaman jahiliyah (yadu), persepsi yang ditanamkan pada otak saya mengenai pesantren itu negatif. Mengapa? Ya karena keluarga saya mengatakan bahwa pesantren itu tempatnya anak-anak nakal. Pesantren itu tempat di mana si anak-anak nakal ini 'dididik dengan cara yang sangat tegas' agar ketika keluar pesantren tidak lagi jadi anak nakal. Pola didiknya seperti disuruh mengepel lantai, nyapu, masak, pokoknya kegiatan-kegiatan semacam inilah. Penanaman ide ini timbul karena adanya pengalaman dari kakak sepupu saya yang dulu pernah 'dititipkan' di pesantren. Kakak sepupu saya ini memang mengalami hal yang tidak mengenakan, tapi tidak separah persepsi yang ditanamkan di otak saya. Karena...

Bising

Luarku tampak tenang Tapi, otakku bergemuruh Seperti ombak di tengah samudera Menghantam kapal-kapal nelayan Yang tengah mencari ikan. Aku diam Namun, kebisingan ini tak mau hilang. Aku menangis, Kukira ia akan pergi melalui Rembesan air yang mengalir. Suara-suara itu masih ada Tak mau diam Hingar bingar itu masih terasa Tak mau pergi Perutku pun bergemuruh Meminta haknya yang tak jua diisi Karena hingar bingar ini membunuh Semua rasa laparku Aku menutup mata Masih dengan harap yang sama Hanya supaya tak lagi bising Sudah berhenti Aku ingin memejamkan mata sejenak Kembalilah di waktu lain

Ada Apa dengan Saya?

"Semuanya aja di- uninstall ..", ujar seorang teman saya ketika saya memberitahukan bahwa saya tidak lagi memakai satu aplikasi media sosial. Pelik dan rumit. Mungkin dua kata itu yang dapat menggambarkan keadaan pikiran saya akan keadaan sosial saya saat ini. Saya merasa tidak ingin diketahui keberadaan dan aktivitas yang sedang saya lakukan. Saya merasa saya sedang menarik diri dari lingkungan lama saya. Saya merasa ingin tenggelam saja sendiri bersama pikiran-pikiran saya. Saya kenapa? Saya pun tidak tahu jawabannya. Sudah hampir enam bulan saya pergi dari satu media sosial, instagram. Bukan karena alasan media sosial ini diidentikan dengan 'pamer kehidupan', tapi saya enggan melihat aktivitas orang-orang. Hal ini berdampak pada rasa membanding-bandingkan saya dengan orang lain. Tidak terlalu sering, tapi cukup mengganggu. Saya menelaah lagi lebih dalam ketika saya mulai 'hijrah' ke platform media sosial yang lain, Twitter. Karena sudah tidak sepopu...

Surat Cinta untuk Rabbnya - Niat

Iman manusia itu tidak tetap, cenderung naik dan turun. Rasul yang benar-benar Allah jaga saja masih banyak-banyak berdoa agar ditetapkan iman Islamnya. Akhir-akhir ini sedang kembali memperbaiki niat dalam banyak hal terutama ibadah. Niat 'karena Allah' itu kadang masih bias. Jadi ketika ingin ibadah, mempertanyakan lagi, saya niat sholat untuk apa ya? Udah benar karena Allah belum ya? Atau karena sudah terbiasa sholat jadi ya kurang saja kalau belum sholat.  Bahkan, hingga sekarang saya masih meraba bekerja karena Allah itu seperti apa. Niat juga berhubungan dengan yang namanya muraqabah; perasaan yang membuat kita sadar bahwa Allah Maha Melihat dan Mengawasi hamba-Nya. Sifat ini yang lagi saya pupuk pelan-pelan agar apa-apa yang saya kerjakan saya selalu ingat, Allah lihat loh. Bukan hanya di permukaan, tapi sampai titik terdalam diri. Perkara niat ini cukup menyentil karena kajian Ust. Oemar Mita. Dalam videonya beliau bilang, 'niat ibadah karena Allah itu utama,...

Surat Cinta untuk Rabbnya - Ada yang Tidak di Situ Lagi

Menjelang sore hari kemarin tetiba hati saya rasanya hampa sekali. Tiba-tiba saya ingin segera menyelesaikan semua pekerjaan saya dan tidur. Hampa. Kosong. "Ini kenapa ya.." Saya rindu masjid. Saya rindu ketika kapan saja saya bisa bermunajat ke sana. Terutama ketika hati dan pikiran sedang tak karuan. Duduk lama. Membaca mushaf. Mendengar kajian. Melihat orang-orang sedang bersujud, berbicara pada Rabbnya. Saya rindu sekali masjid. Ketika tujuan pulang saya bukan rumah, tapi masjid. Sekadar mampir untuk berkunjung ke rumah Allah. Masjid. Di mana pun selalu memberikan ketenangan yang berbeda. Selalu memberikan rasa aman yang didamba. Selalu membuat ingin berlama-lama. Saya rindu berdiam diri di masjid. Tak ada rasa yang paling menenangkan ketika sudah mengeluarkan semua kegundahan di hati melalui ucapan istigfar. Tak ada yang lebih menguatkan daripada lafaz Lahawla. Tidak banyak doa yang diucap, hanya mohon ampunan. Berharap, masih ada kesempatan untuk ja...