Langsung ke konten utama

Surat Cinta untuk Rabbnya - Ada yang Tidak di Situ Lagi

Menjelang sore hari kemarin tetiba hati saya rasanya hampa sekali.

Tiba-tiba saya ingin segera menyelesaikan semua pekerjaan saya dan tidur.

Hampa. Kosong.

"Ini kenapa ya.."

Saya rindu masjid.
Saya rindu ketika kapan saja saya bisa bermunajat ke sana. Terutama ketika hati dan pikiran sedang tak karuan.

Duduk lama. Membaca mushaf. Mendengar kajian. Melihat orang-orang sedang bersujud, berbicara pada Rabbnya.

Saya rindu sekali masjid.

Ketika tujuan pulang saya bukan rumah, tapi masjid. Sekadar mampir untuk berkunjung ke rumah Allah.

Masjid.

Di mana pun selalu memberikan ketenangan yang berbeda. Selalu memberikan rasa aman yang didamba. Selalu membuat ingin berlama-lama.

Saya rindu berdiam diri di masjid. Tak ada rasa yang paling menenangkan ketika sudah mengeluarkan semua kegundahan di hati melalui ucapan istigfar. Tak ada yang lebih menguatkan daripada lafaz Lahawla.

Tidak banyak doa yang diucap, hanya mohon ampunan. Berharap, masih ada kesempatan untuk jadi lebih baik lagi.

Saya rindu masjid dan menyesal pada hari-hari yang saya lewatkan begitu saja ketika saya bisa dengan leluasa mendengar ceramah. Ketika saya bisa leluasa untuk berjamaah. Mengisi hari tidak hanya dengan keperluan duniawi.

Saya rindu masjid dan tenang hati.

Memang banyak sekali nikmat yang Allah berikan tanpa disadari dan diminta, terutama nikmat ibadah. Lalu saat banyak nikmat yang tidak disadari itu Allah ambil, baru terasa ada yang hilang. Ada yang tidak di situ, seperti biasanya.

"Sesungguhnya manusia benar-benar dalam kerugian." [Al-Asr:2]

Komentar

Popular

Bertanya

"Libatkanlah Allah dalam hal sekecil apapun." Pernyataan itu terngiang di kepala saja sejak lama. Saya berusaha supaya Allah terlibat dalam tiap langkah hidup saya. Bahkan, ketika saya memutuskan untuk bertemu yang terakhir kali saja saya berdoa dalam-dalam; "Kalau Opin gak boleh ketemu, tolong hujan aja ya Allah, tapi kalau boleh dan Opin nggak apa-apa tolong dibantu." Lalu, di hari yang sudah sangat gelap itu, tidak setetes air pun turun, hingga saya sampai di rumah. Saya percaya, Allah akan selalu bantu, Allah akan kasih arahan. "Kalau tidak baik, mohon dilapangkan.." Doa itu kembali saya ulang-ulang, hingga sepertinya hati sudah lapang. Ada yang tadinya mendekat, lalu pergi kemudian. Meski saya tidak tahu ke depannya seperti apa, tapi hati rasanya lapang dan hanya menerima dan berprasangka bahwa ini adalah jawaban dari doa. Ketika hari-hari yang lalu, manusia ini jadi nama pertama yang muncul, kini tidak lagi. Bahkan, ketika melihat namanya muncul, tak...