Langsung ke konten utama

Surat Cinta untuk Rabbnya - Tertatih

Ribuan tahun lalu, jiwa saya di sana, di Arsy, bersama Rabbnya. Mungkin pernah 'melihat' Rabbnya sebelum akhirnya ditiupkan ke dalam alam rahim.

Jiwa manusia selalu dan senantiasa milik Yang Kuasa.

Mungkin itu juga mengapa jiwa-jiwa yang Allah kehendaki akan memberi tanda pada diri jika sudah keluar dari jalurnya.

Jiwa itu akan merasa sedih dan jauh dari Yang Mencipta.

Saya kenapa?

Allah tak berjarak, sama sekali tidak. Ia dekat bahkan lebih dekat dari urat nadi manusia. Meski Allah bersemayam di Arsy dan manusia di bumi.. jiwa-jiwa hambaNya selalu dekat denganNya.

Memang jiwa manusia milik Allah. Jiwa ini tahu bahwa ia sedang jauh dari Rabbnya. Jiwa ini bersedih, lantas diri tidak menyadari. Raga selalu lalai, tapi jiwa dengan izin Allah seringkali membawanya kembali.

Aku dekat, hambaKu. Aku dekat..

Lalu hamba ini dengan tertatih dan perlahan kembali menuju Rabbnya. Atas apapun yang akan terjadi.. hamba ini selalu punya Rabbnya.

Komentar

Popular

Bertanya

"Libatkanlah Allah dalam hal sekecil apapun." Pernyataan itu terngiang di kepala saja sejak lama. Saya berusaha supaya Allah terlibat dalam tiap langkah hidup saya. Bahkan, ketika saya memutuskan untuk bertemu yang terakhir kali saja saya berdoa dalam-dalam; "Kalau Opin gak boleh ketemu, tolong hujan aja ya Allah, tapi kalau boleh dan Opin nggak apa-apa tolong dibantu." Lalu, di hari yang sudah sangat gelap itu, tidak setetes air pun turun, hingga saya sampai di rumah. Saya percaya, Allah akan selalu bantu, Allah akan kasih arahan. "Kalau tidak baik, mohon dilapangkan.." Doa itu kembali saya ulang-ulang, hingga sepertinya hati sudah lapang. Ada yang tadinya mendekat, lalu pergi kemudian. Meski saya tidak tahu ke depannya seperti apa, tapi hati rasanya lapang dan hanya menerima dan berprasangka bahwa ini adalah jawaban dari doa. Ketika hari-hari yang lalu, manusia ini jadi nama pertama yang muncul, kini tidak lagi. Bahkan, ketika melihat namanya muncul, tak...

Lapang Dada

Salah satu doa yang harus diulang-ulang adalah.. "Robbis rohlii shodrii.." - Ya Rabb, lapangkanlah dada hamba. Kelapangan dada atas apapun yang terjadi, yang sudah ditetapkan jadi hal yang utama. Supaya hati tidak berat menjalani tiap harinya. Sudah seminggu, hati rasanya sedih sekali. Tidak bisa mendeskripsikan lebih detail lagi perkara sedihnya. Tiap malam, hanya mampu mengadu pada Allah sembari membasahi mata dengan air alaminya. Mengadu dengan terisak perihal dada yang akhir-akhir ini sesak. Lalu, malam ini, mendengar.. "hatinya belum lapang, maka dadanya terasa sesak." Tumpah ruah rasanya tiap rasa di dalam hati. Tapi, masih belum menemukan, belum lapang soal apa? Belum lepas soal apa? Tentang hal yang terjadi kemarin, dalam dirin sudah tak menyimpan sakit. Sudah diresapi lalu dilepaskan ke langit. Tentang bahagianya, memang sengaja disimpan, agar hanya ada hal baik yang menetap. Perihal rindu? Ah rasanya diri ini merindukan semua orang, meski sesekali rasa rin...

#NotetoMySelf Tiga Kunci

Hari ini saya kembali dihadapkan pada kenyataan bahwa sekarang saya sudah berada dalam sebenar-benarnya kehidupan. Lulus dari perkuliahan lantas tidak membuat kehidupan saya lebih mudah, malah membuat saya harus selalu menguatkan diri saya dan tidak boleh lagi cursing diri saya. Untuk diri saya, ini adalah tiga kunci yang saya berikan sebagai pengingat setiap detiknya. Tetaplah bungkus pikiranmu bahwa dunia ini hanya sementara ketika kamu mulai lelah, namun jangan pernah berhenti. You can take a break, but don't quit . Istigfar - Sudah berpikir berapa banyak dosa yang kamu lakukan tiap detiknya? Maka perbanyaklah istigfarmu dengan harapan Allah akan memaafkan sedikit demi sedikit tumpukan dosamu. Perbanyaklah istigfarmu dengan harapan Allah akan mempermudah langkahmu. Perbanyaklah istigfarmu dengan harapan Allah akan selalu mengizinkanmu untuk dapat dekat denganNya. Tahmid - Sudah pernah mencoba menghitung nikmat apa yang Allah berikan kepadamu setiap menitnya? Kamu p...

Hitam

Setelah sekian lama tidak bertemu dengan titik hitam itu, ia kembali menemui saya. Mungkin tak segelap dulu, tapi tetep menyiksa. Segala gelisah dan cemas, saya paksa redam dalam tidur berjam-jam. Namun, rasa tak enak masih ada dan seperti tak berkesudahan. Saya harus merelakan tiga hari untuk meringkuk di kasur. Berusaha menerima segala emosi negatif yang sedang datang membelenggu. Semua daya upaya untuk meredakannya seperti ditepas sana dan sini. Tak ada pilihan selain merangkulnya, menerima diri saya yang sedang meredup. Pikiran yang lalu seakan bersautan.  "Kenapa.." ada di tiap bagian otak saya yang tentu saja tidak akan menemukan jawabnya. Dan dari semua yang paling menyiksa adalah pikiran bahwa saya sendirian. Berulang kali saya coba katakan bahwa hal itu tidak benar, tapi berulang kali juga sisi waras saya kalah. "Iya, saya sendirian. Iya, tidak ada yang peduli. Iya, dunia akan selalu baik-baik saja meski saya tidak ada." Lalu, sekelebat bayangan keluarga me...

Am I Deserve?

Satu lagi titik yang sedang saya pijak di fase kehidupan ini. Titik yang bahkan untuk membayangkannya saja saya terlalu takut.  Lalu pikiran saya memutar kembali ke ingatan beberapa bulan sebelum saya sampai pada titik ini. Saya masih ingat betul bagaimana perasaan takut dan gelisah kala itu. Saya-belum-menemukan-judul-untuk-skripsi-saya. Tertekan? Tentu. Pusing? Banget! Saya sampai berpikir bahwa, yasudahlah tahun depan saja lulusnya. Saya merasa sudah dititik enggan untuk mencari topik apa yang menarik untuk saya teliti. Saya merasa, ah gini doang nanti , ah gak seru .  Dan, akhirnya saya pasrah. Saya pasrah sepasrah-pasrahnya manusia yang pasrah. Saya berdialog dengan Allah dalam masa kebingungan itu. Saya hanya mengandalkan "Ya Allah tolong berikan saya judul yang bisa membawa keberkahan untuk saya, saya mampu untuk mengerjakannya, dan membawa saya pada kelulusan." Tiap lima hari sekali ataupun pada waktu-waktu lainnya. Plus menangis. Saya tahu berdoa tanpa u...