Ribuan tahun lalu, jiwa saya di sana, di Arsy, bersama Rabbnya. Mungkin pernah 'melihat' Rabbnya sebelum akhirnya ditiupkan ke dalam alam rahim.
Jiwa manusia selalu dan senantiasa milik Yang Kuasa.
Mungkin itu juga mengapa jiwa-jiwa yang Allah kehendaki akan memberi tanda pada diri jika sudah keluar dari jalurnya.
Jiwa itu akan merasa sedih dan jauh dari Yang Mencipta.
Jiwa manusia selalu dan senantiasa milik Yang Kuasa.
Mungkin itu juga mengapa jiwa-jiwa yang Allah kehendaki akan memberi tanda pada diri jika sudah keluar dari jalurnya.
Jiwa itu akan merasa sedih dan jauh dari Yang Mencipta.
Saya kenapa?
Allah tak berjarak, sama sekali tidak. Ia dekat bahkan lebih dekat dari urat nadi manusia. Meski Allah bersemayam di Arsy dan manusia di bumi.. jiwa-jiwa hambaNya selalu dekat denganNya.
Memang jiwa manusia milik Allah. Jiwa ini tahu bahwa ia sedang jauh dari Rabbnya. Jiwa ini bersedih, lantas diri tidak menyadari. Raga selalu lalai, tapi jiwa dengan izin Allah seringkali membawanya kembali.
Aku dekat, hambaKu. Aku dekat..
Lalu hamba ini dengan tertatih dan perlahan kembali menuju Rabbnya. Atas apapun yang akan terjadi.. hamba ini selalu punya Rabbnya.
Allah tak berjarak, sama sekali tidak. Ia dekat bahkan lebih dekat dari urat nadi manusia. Meski Allah bersemayam di Arsy dan manusia di bumi.. jiwa-jiwa hambaNya selalu dekat denganNya.
Memang jiwa manusia milik Allah. Jiwa ini tahu bahwa ia sedang jauh dari Rabbnya. Jiwa ini bersedih, lantas diri tidak menyadari. Raga selalu lalai, tapi jiwa dengan izin Allah seringkali membawanya kembali.
Aku dekat, hambaKu. Aku dekat..
Lalu hamba ini dengan tertatih dan perlahan kembali menuju Rabbnya. Atas apapun yang akan terjadi.. hamba ini selalu punya Rabbnya.
Komentar
Posting Komentar