Langsung ke konten utama

Semakin Berbagi, Semakin Allah Beri

Berbagi itu tentang mensyukuri nikmat yang Allah kasih.
Berbagi itu tentang menyadari bahwa semuanya yang dimiliki hanya titipan Illahi.
Semakin banyak berbagi, semakin berbahagia diri ini.

---

Tidak pernah ada orang yang berbagi lalu menjadi miskin. Yang ada, semakin cukup, semakin kaya. Allah akan gantikan dengan yang lebih baik lagi, tak hanya dalam bentuk materi, tapi juga kenikmatan beribadah sampai ketenangan diri.

Yang hilang akan Allah ganti, sebagai mana Ia katakan dalam Ad-Dhuha. Dan jangan lupa, janji Allah itu pasti.

Tentang berbagi ini, saya sadari tidak hanya melulu materi. Saya coba untuk berbagi dengan apapun yang ada di diri saya. Ilmu, senyuman, tenaga.

Selalu mendapat energi positif dari kegiatan sosial adalah salah satu cara saya agar mereduksi energi negatif yang terkadang datang menghampiri. 

Dari mengajar adik kecil hingga membantu memberi makan pada yang membutuhkan.

Namun, satu kisah berbagi paling menarik versi saya yakni ketika pikiran saya sedang kalut-kalutnya karena tidak kunjung mendapat pekerjaan.

Saya merasa, apa ya amal baik yang belum dilakukan. Padahal saya merasa sudah beribadah dan berikhtiar semampu saya. Perasaan 'telah cukup baik' nyatanya tidak terlalu bagus. Dalam banyaknya pertanyaan di benak, saya pun bercerita kepada teman tentang kegundahan saya. Dan mungkin dia adalah perantara dari Allah atas doa saya. "Coba sedekah deh, Ror. Berapa aja. Allah kan gak menentukan jumlahnya, yang Allah lihat adalah ikhlasnya."

Lalu saya sadar. Itu. Saya kurang berbagi, karena merasa harus pada nominal tertentu. Padahal, Allah tidak lihat itu.

Dalam pikiran yang masih gundah, selepas sholat Ashar di masjid dekat rumah, saya menaruh selembar uang yang tinggal satu-satunya ke kotak amal. Saya membatin, "ya Allah semoga saya benar2 tulus dan ikhlas melakukan ini karenaMu. Apapun yang Engkau berikan selepas ini, semoga memang yang terbaik untuk saya."

Masih dalam ikhtiar saya dalam mencari pekerjaan, tidak berapa lama dari hari itu, saya dipanggil untuk melakukan wawancara di salah satu media dan alhamdulillah itu tempat bekerja saya sekarang.

Saya sangat percaya, Allah mudahkan jalan saya karena berbagi. Berbagai dalam keluasan adalah kewajiban, sementara dalam kesempitan adalah hal yang luar biasa, kalimat yang pernah saya baca, entah di mana.

Allah tentu Maha Kaya, maka kenapa kita harus takut berbagi atau berdonasi? Mengapa harus takut memberi? Allah mungkin tak melulu akan beri ganti 1 dengan 1, tapi dengan yang lain, yang pasti jauh lebih baik. Tapi, yang mungkin paling menakjubkan adalah bagaimana jika hal-hal yang kita bagi dengan sangat sangat ikhlas, ternyata Allah simpan sebagai tabungan untuk akhirat? Masya Allah. :)

Satu lagi cerita tentang berbagi makan dengan orang yang membutuhkan. Saya pernah membaca, jika memberi makan orang yang membutuhkan pada hari Jumat adalah salah satu amalan yang disukai Allah. Akhirnya, saya menemukan kegiatan yang memang tujuannya berbagi makanan dengan siapa saja, yang kebetulan ada di daerah itu. Dan baiknya lagi, kegiatan ini tidak hanya pada hari Jumat, tetapi penuh dalam seminggu di tempat-tempat yang berbeda pula.

Tak hanya tentang berbagi makanan bagi mereka yang kelaparan, tapi saya juga berkesempatan untuk berbincang singkat dengan beberapa anak jalanan. Salah satu perbincangan yang akan meningkatkan rasa syukur, dan mengurangi segala bentuk keluhan atas hidup. Adik-adik kecil dengan pelajaran hidup yang besar. 
---

Akhirnya, rutinitas memberi mulai saya biasakan, berapapun, dalam bentuk apapun, dimana pun, semampu saya. InsyaAllah jika memang tujuannya adalah supaya Allah berkahi dan ridho atas apapun yang kita lakukan, hasilnya akan baik. Semoga dengan sedikit cerita ini, bisa menginspirasi teman-teman lain agar #JanganTakutBerbagi. :)

---

Mari berbagi dengan saudara-saudara kita yang membutuhkan melalui Dompet Dhuafa. Selain itu, lembaga ini juga membantu untuk menyalurkan zakat dan #JanganTakutBerzakat, yang mana hasilnya akan disalurkan ke banyak program, mulai dari pendidikan hingga dakwah. Yang menurut saya juga cukup membantu adalah kalkulator zakat, sehingga saya tahu berapa kewajiban zakat saya.


---
Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Jangan Takut Berbagi yang diselenggarakan oleh Dompet Dhuafa.


Komentar

Popular

Surat Cinta untuk Rabbnya - Terima Kasih

Dalam perjalanan pulang sehabis bekerja hingga larut, saya berhenti sejenak. Menengok ke sekitar, menengadahkan wajah ke langit. Lalu bergumam,  Masya Allah saya sudah ada di titik ini. Titik yang tidak pernah saya bayangkan akan terjadi di tahun sebelumnya. Lebih besar, lebih menyenangkan. Berkesempatan ada di sini, dalam pesta demokrasi lima tahunan, melihat dalam perspektif yang berbeda. Air mata saya luruh diam-diam, tak mampu saya bendung. Ingin sekali bergegas berwudhu dan mengucap syukur sebanyak-banyaknya, serta memohon ampun sedalam-dalamnya. Begitu besar yang Allah beri, begitu sedikit kewajiban yang saya tunaikan. Tak ada murka dalam tiap perjalanan, tapi selalu ada teguran yang mengembalikan. Ya Rabb, hambaMu yang lalai ini berusaha untuk selalu berterima kasih atas segala ketetapan dan ketentuanMu. Masih banyak sekali lalai dalam syukurnya, masih banyak kufur dalam nikmatnya. Ya Rabb, terima kasih. Terima kasih.

Damai yang Mematikan

"Sudah sudah jangan ribut," tegur ibu saya malam ini pada saya dan adik saya. Kami berdua sedang beradu argumen tapi tidak serius, kami pun tahu. Lalu, ibu saya bilang bila pusing mendengar kami. Saya pun menyaut. "Berantem itu bagian dari perkembangan dan tumbuh. Gak akan tumbuh kalau gak berantem. Lagian jadi gak tau apa yang mau disampaikan." Lancar sekali dan terdengar kurang sopan ya. Namun, ibu saya harus tahu kalau kami berdua sudah besar dan paham bagaimana caranya berdiskusi. Sebagai saudara, rasanya wajar toh berselisih pendapat.  Setidaknya saya tahu perspektif adik saya atas satu hal, dan saya pun bisa mengutarakan pendapat saya. Selama tidak pakai bahasa yang kasar, menurut saya ya wajar saja. Lalu, saya menyadari. Pikiran saya melayang ke keadaan rumah bertahun-tahun lalu.  Orang tua kami selalu terlihat adem-ayem saja. Tak pernah tengkar bentak sana sini. Tak pernah saling caci maki di depan kami. Kalau membaca literasi soal 'parenting' ini ad...

Syukur

Satu bagian dari diri saya masih memroses hal baik dan manis yang belakangan ini terjadi karena satu orang. Entah apa rencana Allah hingga Ia beri saya teman dalam perjalanan hidup yang panjang ini.  Setelah bertahun-tahun terkungkung dalam pikiran bahwa saya tidak menarik, manusia ini dengan gamblangnya mengatakan ingin bersama selamanya. Tak ada satu hari pun tanpa dia menghujani saya dengan kalimat-kalimat sayangnya yang terasa begitu tulus dan dilontarkan begitu saja. Dia tidak berhenti mengatakan bahwa dia sayang, meski sering kali kata itu tidak saya balas karena percayalah kata-kata itu terlalu berarti hingga saya merasa tak bisa membalasnya. Namun, tiap kalimat-kalimat manis yang ia tulis untuk menunjukkan betapa bersyukurnya dia bertemu saya, hanya mampu saya balas dengan doa: "Ya Allah jagalah dia dan berikan ia kesehatan, serta bahagia dan ketenangan hati sampai nanti." Hingga saya menulis ini, air mata saya seperti mengiyakan kebaikan orang ini atas saya.  Mungkin...

Penuh

Seperti yang sudah-sudah, Allah akan memberi apa yang saya semogakan di saat titik terpasrah saya. Kali ini, hal itu terjadi kembali.  Setelah berjibaku dengan patah hati dan sibuk mengisi diri sendiri, saya sampai di akhir kesimpulan bahwa tidak akan berusaha lagi untuk mengenal seseorang dan hanya menyerahkannya pada Allah. Kira-kira pikiran itulah yang terbersit ketika saya berada di kereta, jauh-jauh untuk menemui orang asing yang sebelumnya pun saya tidak tahu bahwa dia ada di dunia ini. "Kalau ini tidak berhasil juga, berhenti yah," batin saya saat itu.  Saya menemuinya tanpa membawa ekspektasi apapun selain ah ya saya akan punya teman baru lagi, menambah panjang daftar teman baru jalur aplikasi kencan. "Kayaknya saya gak bawa helm, Pin. Pinjem dulu gih di abang gojek," ujarnya membuka percakapan. Memecah kegugupan saya yang sudah minum dua butir milanta. Saya hanya berusaha mengikuti alur percakapan yang dimulai dengan sangat cair. Rasanya seperti perjumpaan ...