Langsung ke konten utama

Penuh

Seperti yang sudah-sudah, Allah akan memberi apa yang saya semogakan di saat titik terpasrah saya. Kali ini, hal itu terjadi kembali. 

Setelah berjibaku dengan patah hati dan sibuk mengisi diri sendiri, saya sampai di akhir kesimpulan bahwa tidak akan berusaha lagi untuk mengenal seseorang dan hanya menyerahkannya pada Allah.

Kira-kira pikiran itulah yang terbersit ketika saya berada di kereta, jauh-jauh untuk menemui orang asing yang sebelumnya pun saya tidak tahu bahwa dia ada di dunia ini.

"Kalau ini tidak berhasil juga, berhenti yah," batin saya saat itu. 

Saya menemuinya tanpa membawa ekspektasi apapun selain ah ya saya akan punya teman baru lagi, menambah panjang daftar teman baru jalur aplikasi kencan.

"Kayaknya saya gak bawa helm, Pin. Pinjem dulu gih di abang gojek," ujarnya membuka percakapan. Memecah kegugupan saya yang sudah minum dua butir milanta.

Saya hanya berusaha mengikuti alur percakapan yang dimulai dengan sangat cair. Rasanya seperti perjumpaan dengan teman lama, tidak ada tembok tinggi sama sekali.

Dari kurang lebih empat jam dalam pertemuan pertama kami, hanya obrolan dan tawa yang mengisi tidak terdikstraksi apapun barang semenit.

Satu hal yang membuat saya tersentuh adalah dia dengan percaya dan beraninya, menunjukkan sisi rapuh ke saya, yang notabene adalah orang asing.

Saya tahu itu bukanlah hal yang mudah, terlebih bagi laki-laki yang tingkat egonya cenderung lebih tinggi dan tidak mau terlihat lemah di depan orang. Tapi, dia dengan fasih bercerita soal dirinya ke saya.

Dari obrolan kami yang masih sangat singkat ini, saya sadar bahwa ada beberapa bagian dari dirinya yang pernah saya semogakan ke Allah. Sangat mengejutkan.

Semoga hal-hal kecil yang dia lakukan ke saya, bukan hanya di awal saja karena saya tahu persis hal-hal kecil tersebut adalah pondasi untuk hal yang lebih besar di depan nantinya.

Terima kasih banyak atas perlakuan baiknya ke saya, terima kasih karena hati saya rasanya penuh, terima kasih karena memberikan saya kesempatan untuk merasa dihargai, serta disayangi.

Semoga kamu juga merasakan hal yang sama.

Komentar

Popular

Surat Cinta untuk Rabbnya - Pasrah

Ingatan saya kembali pada hal-hal yang selalu Allah berikan untuk saya. Bagaimana proses saya menuju hal tersebut. Pasrah. Semua Allah beri ketika keadaan saya pasrah, ketika saya tak berharap pada apapun, ketika saya berkata 'Yang terbaik menurutMu ya Rabb'. Untuk sampai di titik itu lagi, Saya butuh hati yang benar-benar lapang. Tak terjerumus pada kesemuan dunia. Ya Rabb, Saya belum dalam keadaan pasrah lagi pada tiap ketentuan dan ketetapanmu. Ya Rabb, Bantu saya untuk memasrahkan semuanya, hingga hati ini tak lagi gelisah, hingga diri tak lagi meronta. Ya Rabb, Jadikanlah hambaMu pasrah..

Hujan

Sore kemarin terbangun karena mendengar suara hujan yang begitu deras. Meski berisik, tapi suara hujan ketika denger bagai alunan alam yang menenangkan. Lalu pikiran berkelana. Saya, detik ini, masih tidur dengan atap di atas kepala saya dan kasur di bawah badan saya. Suara hujan lantas menjadi pengantar tidur. Tapi, Bagaimana dengan orang di luar sana yang harus resah dan cemas tiap hujan turun deras? Khawatir air akan membanjiri hunian mereka. Berkah dan bencana hanya penamaan dari manusia. Semua itu datangnya dari Allah. Di satu sisi, yang orang kira berkah bisa saja sebenarnya bencana. Sementara, yang orang kutuh sebagai bencana nyatanya adalah berkah tak terhingga dari Rabbnya.

Caregiver

 Mari memulai tulisan ini dengan, hai apa kabar? Hampir enam bulan sejak saya memutuskan untuk menjalani ketetapan Allah atas kesempatan beribadah terpanjang. Dari waktu yang masih singkat ini pula saya belajar banyak hal dan masih akan belajar banyak hal lagi ke depannya.  Namun, dua hal yang lagi-lagi jadi poin dalam ibadah ini dan terus-terusan saya minta ke Allah untuk bantu diberikan: sabar dan mengerti. Agaknya tanpa dua hal itu, saya yang egonya masih di ubun-ubun, tidak akan tanggungjawab atas komitmen besar ke Allah ini dan bakal mengiyakan suara-suara di kepala saya: pergi aja kali ya? Tiap pikiran itu datang, saya berusaha mengingat Allah, berusaha mengingat bahwa ini adalah ujian karena tujuan saya menikah adalah ingin mendapat berkah Allah. Tidak mungkin diberkahi tanpa ujian bukan? Surah al-Anfal [28] ayat 28, “Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai ujian dan sesungguhnya di sisi Allah ada pahala yang besar.” Tapi sebagaimana ujian, kad...

Yakin

Allah sudah mengarahkan jalan, akhirnya, pada satu orang yang belum lama dikenal. Meski begitu, saya merasa sudah mengenalnya dan bisa berbicara tentang apapun. Dalam waktu kesendirian yang lama ini, membuat saya berpikir, sosok apa yang saya butuhkan untuk bersama-sama menghadapi keanehan hidup. Ternyata sosok itu ada di dirinya. Lubang yang perlahan saya isi dengan diri saya sendiri, menjadi lebih sempurna ketika ia hadir. Kami tak saling mengobati, tapi saling berjanji akan menemani diri berproses. Keputusan ini memang terasa cepat, apalagi banyak hal yang tidak saya ceritakan ke khalayak. Bukan karena tak ingin, tetapi seiring berjalannya waktu, saya semakin sadar tak perlu sebuah kisah saya sampaikan secara utuh. Malah, lebih dipilah, bagian mana yang bisa diceritakan, mana yang tidak ke orang-orang yang tentunya juga dipilah-pilah. Mungkin fisik dia, tak sekuat saya. Mungkin pemikiran dia, tak setenang saya. Tapi, hatinya luar biasa luas, lapang, dan baik. Tapi, cintanya untuk sa...

Tentang 1 Bulan dalam Masa Ibadah Terpanjang

Tepat tanggal satu ini, saya sudah menjalani ibadah terpanjang bersama satu orang yang Allah pilihkan untuk saya. Seseorang yang insyaAllah selama-lamanya akan menjadi teman saat senang, dan yang terpenting kala hati sedang tak tenang. Masa adaptasi tentu tidak akan berhenti di sini, tapi seumur hidup. Begitu pula hal-hal yang harus dipelajari tentu semakin banyak. Satu bulan, kalau kata orang, masih indah-indahnya. Belum ada hal yang membuat berang, sebal, marah sampai segitunya. Namun, saya berdoa, tak hanya di satu bulan ini tapi di banyak bulan-bulan mendatang, Allah lebih banyak melingkupi kami dengan rasa saling. Sehingga, rasa indah akan senantiasa di sekitar, meski misalnya amarah sedang menghampiri. Satu hal yang membuat saya bersedia menghabiskan hidup saya dengan orang ini adalah rasa aman dan rasa sayang dia yang rasanya tak pernah berkurang, dari hari pertama - malah semakin bertambah. Ketakutan atas perubahan dan merasa tak bisa jadi diri sendiri, menjadi trauma masa lalu...