Langsung ke konten utama

Titik Hitam; Jangan Biarkan Mereka Menang.


Pemberitaan dalam dua minggu terakhir ini cukup mengganggu pikiran saya. Tiba-tiba begitu banyak orang yang mengambil jalan singkat untuk meredam kegundahan dan tumpahan dari pikiran-pikirannya dengan mengakhiri hidupnya.

I was on that situation, once. That suicidal thought.

Pikiran seperti itu tidak datang hanya dalam satu malam. Dalam satu peristiwa yang berat. Tapi, itu adalah kumpulan dari kegundahan, kebingungan, dan perasaan tertekan selama bertahun-tahun. Saya tidak tertekan selama bertahun-tahun, tapi saya merasakan sebuah tumpukan emosi kesedihan dan kemarahan yang tidak mampu saya luapkan bahkan melalui tangisan. Saya terlabeli dengan kata-kata kuat, yang mana dalam pikiran saya, kuat adalah keadaan anda tidak boleh mengeluh dan menangis.

Tapi saya salah. Menangis adalah bagian dari mengisi kembali kekuatan yang sudah saya pakai. Menangis kepada Allah agar diberikan kekuatan yang baru. 

Seringkali saya bergumul dalam pikiran-pikiran saya, yang saya tau pasti sudah disusupi bisikan-bisikan setan. Bayangan akan leganya diri ini jika saya tidak lagi dalam situasi yang saya benci, perasaan yang saya ingin buang jauh-jauh. Bayangan bahwa saya akan terbebas dari lilitan tali kesedihan yang saat itu seperti sudah sangat mencekik leher saya hingga saya sulit bernafas. 

Saya kehilangan tempat bergantung. Saya tidak punya tujuan untuk berlari. Saya rasakan semuanya sendiri.

Tapi ada satu bagian dalam diri saya yang selalu menahan saya untuk tidak melakukan itu. Bagian ini selalu menangkis pikiran sesat yang dikemas sedemikian menarik oleh setan, dengan bayangan yang sesungguhnya. Bagian ini selalu memperlihatkan kebenaran, memperlihatkan akibat jangka panjang atas perbuatan yang mungkin akan saya lakukan. Bagian ini seakan mengatakan "Jangan, kamu masih punya kami. Kamu tidak sendiri." Entah bagian yang baik ini apa namanya. 

Saya tau saya selalu memiliki satu titik tergelap dalam diri saya yang kapan saja bisa menghitamkan seluruh bagian diri dan jiwa saya. Titik hitam ini cukup berbahaya jika saya sendiri tidak berusaha meneranginya dengan cara Allah.

I'm grateful that Allah loves me more than I deserve.

Sisi baik dalam diri saya ini membawa saya untuk selalu mendekat kepada Allah. Mengingatkan saya bahwa Allah Maha Besar, Maha Kuasa, Maha Mendengar. Allah telah memberikan porsi ujian sesuai dengan kemampuan saya. Allah tau saya bisa lebih dari ini. Allah hanya ingin saya mendekat dan bergantung padanya. Allah, melalui sisi baik saya ini, seakan berkata "Menangislah hambaKu. Aku akan membereskan urusanmu. Aku hanya ingin kamu tidak berputus asa atas rahmatKu. Sesungguhnya pertolonganKu amatlah dekat, sedekat hadir diriKu padaMu".

Tipu daya setan sungguh nyata. Dengan berlindung kepadaNya, Allah akan memberikan cahayaNya yang paling terang kepada titik hitam dalam diri saya.

--------
Sekarang, saya tidak pernah berusaha untuk selalu kuat dalam situasi apapun. Bahkan saya cenderung sering menangis dalam tiap sholat saya. Saya tau pasti, itu adalah bentuk tubuh saya mengisi kembali kekuatannya secara batin untuk menghadapi hari-hari esok. Saya berusaha untuk selalu menyertakan Allah dalam urusan apapun, bahkan urusan terkecil saya. Saya bersyukur Allah masih memberikan saya hidayahNya, karena hidayahNya hanya diberikan kepada orang-orang tertentu saja yang Allah kehendaki.

--------
Untuk kamu yang sedang berjuang melawan pikiran-pikiran tidak baik itu, ingatlah Allah. Kamu harus melawannya, karena itu adalah tipu daya setan. Kamu tau? Kehidupanmu setelah kematian sesungguhnya adalah kehidupan yang kekal. Jangan biarkan setan menipumu dengan pikiran-pikiran yang telah mereka percantik sedemikian rupa. Perbanyak berdzikir dan istigfar ketika pikiran-pikiran itu kembali menghampiri. 

Kamu sungguh tidak sendiri. Allah adalah sebaik-baiknya penolong, tempat berlindung, dan tempat yang kamu tuju ketika kamu berlari tanpa arah.

Komentar

Popular

Penuh

Seperti yang sudah-sudah, Allah akan memberi apa yang saya semogakan di saat titik terpasrah saya. Kali ini, hal itu terjadi kembali.  Setelah berjibaku dengan patah hati dan sibuk mengisi diri sendiri, saya sampai di akhir kesimpulan bahwa tidak akan berusaha lagi untuk mengenal seseorang dan hanya menyerahkannya pada Allah. Kira-kira pikiran itulah yang terbersit ketika saya berada di kereta, jauh-jauh untuk menemui orang asing yang sebelumnya pun saya tidak tahu bahwa dia ada di dunia ini. "Kalau ini tidak berhasil juga, berhenti yah," batin saya saat itu.  Saya menemuinya tanpa membawa ekspektasi apapun selain ah ya saya akan punya teman baru lagi, menambah panjang daftar teman baru jalur aplikasi kencan. "Kayaknya saya gak bawa helm, Pin. Pinjem dulu gih di abang gojek," ujarnya membuka percakapan. Memecah kegugupan saya yang sudah minum dua butir milanta. Saya hanya berusaha mengikuti alur percakapan yang dimulai dengan sangat cair. Rasanya seperti perjumpaan ...

Kematian

Pembukaan kematian adalah sakaratul maut. Sakaratul sendiri berarti sakit yang sampai-sampai kehilangan akal. Apa yang bisa membantu melewati sakaratul maut? Amal ibadah.. Sebenarnya Rasul pun mengalami sakaratul maut sebagai tanda bahwa beliau juga manusia biasa. Rasul aja mengatakan bila itu sakit, bagaimana kita? “Saya takut gak bawa apa-apa pas mati..” Saya baru tersadar bila tidak semua amal baik yang dilakukan itu Allah ridho dan terima, karena kualitas amalan itu Allah yang tahu dan nilai. Maka butuh untuk memohon supaya amalnya diterima. Memohon amal diterima bukan berarti suudzon ke Allah tapi ya berdoa juga bagian dari kewajiban kan? Jangan lupa minta agar pahalanya bukan hanya diganjar di dunia, tapi juga disimpan untuk bekal di akhirat. Ingat betul perkataan Ust Oemar Mita; Mengharap amal kita juga bernilai akhirat bukan hanya dunia. Kalau semuanya udah diberi di dunia, nanti di akhirat bawa apa? Padahal yang kekal itu akhirat dan lebih dibutuhkan. Hal ini sejalan dengan pe...

Datang Lagi

Hal-hal yang membuat trauma tiba-tiba timbul ke permukaan. Saya yang terbiasa memberi, kini merasa takut untuk menerima beribu kebaikan dan cinta yang disuguhi di depan mata. Diberi tanpa pamrih, dan penuh ketulusan. Pertanyaan: Apakah ini tidak apa-apa, Menggelayut tak mau pergi. Berusaha dihalau dengan ribuan afirmasi diri yang mudah-mudahan berfungsi. Pikiran untuk pergi juga terdengar berkali-kali tiap rasa tak nyaman menerima kasih sayang itu menghampiri. Sekuat tenaga saya halau dan mengatakan, ini yang memang sudah sepantasnya seorang kekasih beri pada orang yang ia kasihi. Ini tak berlebih, hanya diri kamu saja yang belum mampu membiarkan itu masuk ke hati. Kemudian, pernyataan soal yakin juga masih membuat geli tengkuk ketika tak sengaja terdengar. Ah apakah saya tidak punya hal-hal baik sehingga orang bisa yakin pada saya?, Pertanyaan yang menggelayut relung malam ini. Tapi, lagi lagi manusia ini meyakinkan saya bahwa ia sayang, bahwa saya tak perlu merasa seperti itu.  L...

Yakin

Allah sudah mengarahkan jalan, akhirnya, pada satu orang yang belum lama dikenal. Meski begitu, saya merasa sudah mengenalnya dan bisa berbicara tentang apapun. Dalam waktu kesendirian yang lama ini, membuat saya berpikir, sosok apa yang saya butuhkan untuk bersama-sama menghadapi keanehan hidup. Ternyata sosok itu ada di dirinya. Lubang yang perlahan saya isi dengan diri saya sendiri, menjadi lebih sempurna ketika ia hadir. Kami tak saling mengobati, tapi saling berjanji akan menemani diri berproses. Keputusan ini memang terasa cepat, apalagi banyak hal yang tidak saya ceritakan ke khalayak. Bukan karena tak ingin, tetapi seiring berjalannya waktu, saya semakin sadar tak perlu sebuah kisah saya sampaikan secara utuh. Malah, lebih dipilah, bagian mana yang bisa diceritakan, mana yang tidak ke orang-orang yang tentunya juga dipilah-pilah. Mungkin fisik dia, tak sekuat saya. Mungkin pemikiran dia, tak setenang saya. Tapi, hatinya luar biasa luas, lapang, dan baik. Tapi, cintanya untuk sa...

Surat Cinta untuk RabbNya - Rencana

Banyak rencana yang terucap dalam perbincangan.  Bicara tentang masa depan selalu indah, selalu menggugah. 'Nanti kita..' Sempat terucap di perbincangan malam itu. Hingga kini, Aku tak jua lupa. Tiap kata, tiap rasa dalam frasa. Malam ini, Semesta kembali mengambil perannya. Membuatku ingat hal-hal yang sudah hampir kulupa. Entah kenapa. Sebuah teater boneka masuk dalam rencana masa depan, kala itu. Namun, lagi lagi manusia tidak kuasa mewujudkan tiap rencana. Sang Semesta yang tentu lebih berkuasa tentang apa-apa di luar kuasa manusia. Rencana itu kini telah sirna, Tersapu waktu, Menjadi debu.