Langsung ke konten utama

#NotetoMySelf: Allah Tidak Tidur

Beberapa hari ini saya berpikir bahwa mempelajari ilmu agama dengan sebaik-baiknya adalah penting. Bagian yang menurut saya paling penting adalah mengenai kefanaan dunia. Dunia itu hanya sementara, saudaraku. Dalam Alquran, Allah mengatakan setidakberharganya semua kenikmatan dunia, dibandingkan dengan kenikmatan Akhirat yang akan Allah berikan kelak. Tiap saya merasa bahwa nikmat yang sebenarnya adalah kesenangan dunia, saya selalu berusaha mengingat bahwa kenimatan dan kebahagiaan dunia itu semua. Dunia itu tidak kekal, Dunia itu sementara. Bahkan perbanyaklah memohon kepada Allah agar tidak menempatkan dunia di dalam hati kita, tapi cukup dalam genggaman tangan saja.

Betapa sedihnya saya, ketika pemahaman tentang dunia ini belum sampai pada satu pihak yang beberapa hari ini membuat saya banyak beristigfar. Sebesar itukah penggambaran nikmat dunia yang setan gambarkan pada hati dan pikiran kalian? Apakah tidak terbersit sedikitpun dalam benak kalian bahwa orang yang kalian dzalimi, maki, dan hina itu adalah saudara kalian sendiri? Yang darah dalam tubuhnya mengalir darah dari orang tua yang sama? Sedahsyat itukah harta benda merasuki jiwa dan pikiran kalian hingga kalian menjadi buta, tidak dapat lagi melihat mana yang benar dan salah?

"Percuma kalian ibadah kalau..." hingga keluarlah kalimat seperti itu. Menurut saya, tidak ada ibadah yang sia-sia. Dalam Islam, apapun akan ada nilainya, positif pun negatif. Tidak ada yang percuma. Tidak ada yang sia-sia.

Maha Baik Allah pada saya, Dia masih memberikan berkahnya dalam tiap langkah dan nafas saya. Dia masih mengijabah doa-doa saya. Dia masih selalu ada untuk saya. 

Allah tidak tidur. Tidak sedetikpun. Tidak sekerlingan mata pun. Saya berdoa padaNya agar membukakan hati dan pikiran anda mengenai dunia. Janganlah kalian menaruh dunia dalam hati kalian hingga kalian mendzalimi bahkan saudara kalian sendiri. Jangan. Itu terlalu menyedihkan dan menyakitkan. Semoga Allah memberikan hidayahNya pada kalian, karena Ia hanya memberikan hidayah pada orang-orang yang Ia kehendaki. Semoga orang-orang tersebut adalah saya dan kalian. 



Komentar

Popular

Kalau Saya Boleh Memutar Waktu

Saya pernah mendengar percakapan seperti ini ketika suatu hari ada acara keluarga; "Katanya nanti pas SMP, Rama mau dimasukin pesantren, padahal kakak-kakaknya sarjana semua.." WALA. Pernyataan yang cukup bikin saya mengernyitkan dahi. Dulu sekali ketika saya masih berada di zaman jahiliyah (yadu), persepsi yang ditanamkan pada otak saya mengenai pesantren itu negatif. Mengapa? Ya karena keluarga saya mengatakan bahwa pesantren itu tempatnya anak-anak nakal. Pesantren itu tempat di mana si anak-anak nakal ini 'dididik dengan cara yang sangat tegas' agar ketika keluar pesantren tidak lagi jadi anak nakal. Pola didiknya seperti disuruh mengepel lantai, nyapu, masak, pokoknya kegiatan-kegiatan semacam inilah. Penanaman ide ini timbul karena adanya pengalaman dari kakak sepupu saya yang dulu pernah 'dititipkan' di pesantren. Kakak sepupu saya ini memang mengalami hal yang tidak mengenakan, tapi tidak separah persepsi yang ditanamkan di otak saya. Karena...

Bising

Luarku tampak tenang Tapi, otakku bergemuruh Seperti ombak di tengah samudera Menghantam kapal-kapal nelayan Yang tengah mencari ikan. Aku diam Namun, kebisingan ini tak mau hilang. Aku menangis, Kukira ia akan pergi melalui Rembesan air yang mengalir. Suara-suara itu masih ada Tak mau diam Hingar bingar itu masih terasa Tak mau pergi Perutku pun bergemuruh Meminta haknya yang tak jua diisi Karena hingar bingar ini membunuh Semua rasa laparku Aku menutup mata Masih dengan harap yang sama Hanya supaya tak lagi bising Sudah berhenti Aku ingin memejamkan mata sejenak Kembalilah di waktu lain

Ada Apa dengan Saya?

"Semuanya aja di- uninstall ..", ujar seorang teman saya ketika saya memberitahukan bahwa saya tidak lagi memakai satu aplikasi media sosial. Pelik dan rumit. Mungkin dua kata itu yang dapat menggambarkan keadaan pikiran saya akan keadaan sosial saya saat ini. Saya merasa tidak ingin diketahui keberadaan dan aktivitas yang sedang saya lakukan. Saya merasa saya sedang menarik diri dari lingkungan lama saya. Saya merasa ingin tenggelam saja sendiri bersama pikiran-pikiran saya. Saya kenapa? Saya pun tidak tahu jawabannya. Sudah hampir enam bulan saya pergi dari satu media sosial, instagram. Bukan karena alasan media sosial ini diidentikan dengan 'pamer kehidupan', tapi saya enggan melihat aktivitas orang-orang. Hal ini berdampak pada rasa membanding-bandingkan saya dengan orang lain. Tidak terlalu sering, tapi cukup mengganggu. Saya menelaah lagi lebih dalam ketika saya mulai 'hijrah' ke platform media sosial yang lain, Twitter. Karena sudah tidak sepopu...

Surat Cinta untuk Rabbnya - Niat

Iman manusia itu tidak tetap, cenderung naik dan turun. Rasul yang benar-benar Allah jaga saja masih banyak-banyak berdoa agar ditetapkan iman Islamnya. Akhir-akhir ini sedang kembali memperbaiki niat dalam banyak hal terutama ibadah. Niat 'karena Allah' itu kadang masih bias. Jadi ketika ingin ibadah, mempertanyakan lagi, saya niat sholat untuk apa ya? Udah benar karena Allah belum ya? Atau karena sudah terbiasa sholat jadi ya kurang saja kalau belum sholat.  Bahkan, hingga sekarang saya masih meraba bekerja karena Allah itu seperti apa. Niat juga berhubungan dengan yang namanya muraqabah; perasaan yang membuat kita sadar bahwa Allah Maha Melihat dan Mengawasi hamba-Nya. Sifat ini yang lagi saya pupuk pelan-pelan agar apa-apa yang saya kerjakan saya selalu ingat, Allah lihat loh. Bukan hanya di permukaan, tapi sampai titik terdalam diri. Perkara niat ini cukup menyentil karena kajian Ust. Oemar Mita. Dalam videonya beliau bilang, 'niat ibadah karena Allah itu utama,...

Surat Cinta untuk Rabbnya - Ada yang Tidak di Situ Lagi

Menjelang sore hari kemarin tetiba hati saya rasanya hampa sekali. Tiba-tiba saya ingin segera menyelesaikan semua pekerjaan saya dan tidur. Hampa. Kosong. "Ini kenapa ya.." Saya rindu masjid. Saya rindu ketika kapan saja saya bisa bermunajat ke sana. Terutama ketika hati dan pikiran sedang tak karuan. Duduk lama. Membaca mushaf. Mendengar kajian. Melihat orang-orang sedang bersujud, berbicara pada Rabbnya. Saya rindu sekali masjid. Ketika tujuan pulang saya bukan rumah, tapi masjid. Sekadar mampir untuk berkunjung ke rumah Allah. Masjid. Di mana pun selalu memberikan ketenangan yang berbeda. Selalu memberikan rasa aman yang didamba. Selalu membuat ingin berlama-lama. Saya rindu berdiam diri di masjid. Tak ada rasa yang paling menenangkan ketika sudah mengeluarkan semua kegundahan di hati melalui ucapan istigfar. Tak ada yang lebih menguatkan daripada lafaz Lahawla. Tidak banyak doa yang diucap, hanya mohon ampunan. Berharap, masih ada kesempatan untuk ja...