Langsung ke konten utama

Percaya dan Yakin

Sebagai muslim, perkara percaya dan yakin adalah poin yang penting. Saya sudah menjadi seorang yang beragama Islam, namun baru memahami arti percaya dan yakin ini beberapa bulan terakhir. Kebanyakan manusia harus diberikan ujian dahulu baru memahami apa yang Allah maksud. Lagi-lagi Allah terlalu baik pada hambaNya ini.

Pada hakikatnya, manusia tidak mampu bahkan tidak sanggup untuk mengurusi semua urusan dunianya. Dalam beberapa peristiwa yang saya alami beberapa bulan ini membuat saya mulai sedikit demi sedikit menyertakan Allah dalam setiap urusan saya. Dari hal sangat penting sampai hal kecil dari hidup saya. Kenapa harus pelan-pelan? Menurut saya, saya masih dalam tahap belajar, sehingga saya tidak ingin terburu-buru dan ingin menikmati proses saya mendekati Yang Kuasa. Dalam proses yang pelan-pelan ini pun saya masih sering khilaf dan lupa menyertakan Allah dalam setiap urusan saya. Tapi lagi-lagi Allah Maha Baik, mengingatkan hambaNya kembali.

Saya mulai membangun percaya saya bahwa Allah tidak akan meninggalkan saya. Bahwa Allah tidak akan melepaskan tangannya dari saya. Bahwa Allah selalu ada untuk saya. Saya memupuk keyakinan bahwa ketika mencoba mendekati Allah, Allah akan berlari mendekati kira. Bahwa Allah akan menolong saya dalam keadaan apapun. Bahwa Allah akan membantu hambaNya ini dalam senang maupun sulit. Bahwa Allah akan dan selalu ada untuk saya ketika manusia satu persatu mulai meninggalkan saya.

Dan saya belajar untuk tidak lagi khawatir akan semua hal. Saya belajar untuk mengatasi rasa takut dan khawatir itu dengan percaya dan yakin Allah akan membantu saya dan menolong saya. Namun, saya manusia. Saya memiliki kekhawatiran dan ketakutan hampir pada semua hal. Tapi mengutip dari perkataan Ust. Hanan Attaki bahwa rasa-rasa seperti itu adalah manusiawi, namun manusia yang beriman memiliki Allah, jadi rasa-rasa seperti itu bisa hilang dengan mengingat Allah.

Saya berusaha ketika saya khawatir, saya takut, saya membatin "Ada Allah, bismillah". Saya berusaha seberusaha-berusahanya seorang manusia. Tapi lagi-lagi, Allah bertindak sesuai dengan kepercayaan dan keyakinan hambaNya padaNya. Semakin saya percaya, semakin Allah hadir, semakin Allah memudahkan, semakin Allah lancarkan dan beri kekuatan. Hal ini tidak mudah, saya mampu untuk menulisnya karena saya telah mengalami. Lagi-lagi manusia.

Hal-hal yang terjadi pada saya beberapa bulan belakangan membuat saya bersyukur bahwa Allah masih mengizinkan saya untuk mendekat padaNya. Untuk dapat berdialog padaNya. Untuk berkeluh kesah atas apapun. Kadang terbersit dibenak saya, Allah terlalu baik pada saya more than I deserve. Apakah saya pantas mendapat kebaikan dari Yang Maha Kuasa sebesar itu? Sementara saya masih lalai dalam banyak hal, dalam banyak kewajiban saya?

Saya berdoa semoga Allah menetapkan iman Islam serta hidayahNya pada saya. Dan saya berdoa agar kesadaran diri saya akan percaya dan yakin ini tidak hanya sebatas karena saya sedang membutuhkan pertolongan dan bantuanNya. Tapi sampai nanti, sampai akhir hayat saya. Semoga Allah juga menetapkan iman Islam dan hidayahNya pada saudara-sauadara muslim lainnya. Aamiin.

Komentar

Popular

Kalau Saya Boleh Memutar Waktu

Saya pernah mendengar percakapan seperti ini ketika suatu hari ada acara keluarga; "Katanya nanti pas SMP, Rama mau dimasukin pesantren, padahal kakak-kakaknya sarjana semua.." WALA. Pernyataan yang cukup bikin saya mengernyitkan dahi. Dulu sekali ketika saya masih berada di zaman jahiliyah (yadu), persepsi yang ditanamkan pada otak saya mengenai pesantren itu negatif. Mengapa? Ya karena keluarga saya mengatakan bahwa pesantren itu tempatnya anak-anak nakal. Pesantren itu tempat di mana si anak-anak nakal ini 'dididik dengan cara yang sangat tegas' agar ketika keluar pesantren tidak lagi jadi anak nakal. Pola didiknya seperti disuruh mengepel lantai, nyapu, masak, pokoknya kegiatan-kegiatan semacam inilah. Penanaman ide ini timbul karena adanya pengalaman dari kakak sepupu saya yang dulu pernah 'dititipkan' di pesantren. Kakak sepupu saya ini memang mengalami hal yang tidak mengenakan, tapi tidak separah persepsi yang ditanamkan di otak saya. Karena...

Bising

Luarku tampak tenang Tapi, otakku bergemuruh Seperti ombak di tengah samudera Menghantam kapal-kapal nelayan Yang tengah mencari ikan. Aku diam Namun, kebisingan ini tak mau hilang. Aku menangis, Kukira ia akan pergi melalui Rembesan air yang mengalir. Suara-suara itu masih ada Tak mau diam Hingar bingar itu masih terasa Tak mau pergi Perutku pun bergemuruh Meminta haknya yang tak jua diisi Karena hingar bingar ini membunuh Semua rasa laparku Aku menutup mata Masih dengan harap yang sama Hanya supaya tak lagi bising Sudah berhenti Aku ingin memejamkan mata sejenak Kembalilah di waktu lain

Ada Apa dengan Saya?

"Semuanya aja di- uninstall ..", ujar seorang teman saya ketika saya memberitahukan bahwa saya tidak lagi memakai satu aplikasi media sosial. Pelik dan rumit. Mungkin dua kata itu yang dapat menggambarkan keadaan pikiran saya akan keadaan sosial saya saat ini. Saya merasa tidak ingin diketahui keberadaan dan aktivitas yang sedang saya lakukan. Saya merasa saya sedang menarik diri dari lingkungan lama saya. Saya merasa ingin tenggelam saja sendiri bersama pikiran-pikiran saya. Saya kenapa? Saya pun tidak tahu jawabannya. Sudah hampir enam bulan saya pergi dari satu media sosial, instagram. Bukan karena alasan media sosial ini diidentikan dengan 'pamer kehidupan', tapi saya enggan melihat aktivitas orang-orang. Hal ini berdampak pada rasa membanding-bandingkan saya dengan orang lain. Tidak terlalu sering, tapi cukup mengganggu. Saya menelaah lagi lebih dalam ketika saya mulai 'hijrah' ke platform media sosial yang lain, Twitter. Karena sudah tidak sepopu...

Surat Cinta untuk Rabbnya - Niat

Iman manusia itu tidak tetap, cenderung naik dan turun. Rasul yang benar-benar Allah jaga saja masih banyak-banyak berdoa agar ditetapkan iman Islamnya. Akhir-akhir ini sedang kembali memperbaiki niat dalam banyak hal terutama ibadah. Niat 'karena Allah' itu kadang masih bias. Jadi ketika ingin ibadah, mempertanyakan lagi, saya niat sholat untuk apa ya? Udah benar karena Allah belum ya? Atau karena sudah terbiasa sholat jadi ya kurang saja kalau belum sholat.  Bahkan, hingga sekarang saya masih meraba bekerja karena Allah itu seperti apa. Niat juga berhubungan dengan yang namanya muraqabah; perasaan yang membuat kita sadar bahwa Allah Maha Melihat dan Mengawasi hamba-Nya. Sifat ini yang lagi saya pupuk pelan-pelan agar apa-apa yang saya kerjakan saya selalu ingat, Allah lihat loh. Bukan hanya di permukaan, tapi sampai titik terdalam diri. Perkara niat ini cukup menyentil karena kajian Ust. Oemar Mita. Dalam videonya beliau bilang, 'niat ibadah karena Allah itu utama,...

Surat Cinta untuk Rabbnya - Ada yang Tidak di Situ Lagi

Menjelang sore hari kemarin tetiba hati saya rasanya hampa sekali. Tiba-tiba saya ingin segera menyelesaikan semua pekerjaan saya dan tidur. Hampa. Kosong. "Ini kenapa ya.." Saya rindu masjid. Saya rindu ketika kapan saja saya bisa bermunajat ke sana. Terutama ketika hati dan pikiran sedang tak karuan. Duduk lama. Membaca mushaf. Mendengar kajian. Melihat orang-orang sedang bersujud, berbicara pada Rabbnya. Saya rindu sekali masjid. Ketika tujuan pulang saya bukan rumah, tapi masjid. Sekadar mampir untuk berkunjung ke rumah Allah. Masjid. Di mana pun selalu memberikan ketenangan yang berbeda. Selalu memberikan rasa aman yang didamba. Selalu membuat ingin berlama-lama. Saya rindu berdiam diri di masjid. Tak ada rasa yang paling menenangkan ketika sudah mengeluarkan semua kegundahan di hati melalui ucapan istigfar. Tak ada yang lebih menguatkan daripada lafaz Lahawla. Tidak banyak doa yang diucap, hanya mohon ampunan. Berharap, masih ada kesempatan untuk ja...