"I always loved him, but he was never home" -Atticus
Saya selalu suka dengan analogi rumah. Mencari orang yang akan menjadi tujuan pulang ketika kita sudah lelah berkelana. Mencari orang yang akan menyejukan hati ketika hanya melihatnya. Mencari orang yang bersedia berbagi keluh dan kesah dan bersedia menyediakan bahu dan tangannya untuk dapat kita singgahi untuk sekedar melepas lelah. Itulah rumah. Rumah selalu menjadi tujuan pulang ketika kita sudah penat menjelajah dunia luar. Rumah menjadi tempat beristirahat dari hal apapun. Mencari orang yang tepat untuk menemani hari-hari selamanya, seperti mencari rumah untuk dapat kita tinggali selama bertahun-tahun.
Dalam usia sekarang, saya masih mencari rumah saya. Dan tiga tahun yang lalu, saya merasa seperti menemukan rumah saya. Saya berusaha untuk mengisinya dengan hal-hal yang baik agar ia nyaman untuk saya tinggali. Namun, usaha saya terlalu berlebih. Rumah itu ternyata tidak nyaman untuk saya tinggali. Saya pergi dengan menyisakan sedikit harap bahwa memang rumah itu yang saya cari.
----
Saya mencoba mencari rumah lagi. Namun dengan hati-hati. Tidak lagi berusaha untuk mengisinya sedemikian rupa dengan banyak hal yang mungkin menurut saya baik. Saya berusaha untuk mengisinya pelan namun tidak memaksa. Jika memang ia bukan rumah yang tepat untuk saya tinggali, saya tidak akan kecewa nantinya. Saya bisa pergi tanpa menyisakan harap bahwa tentang rumah ini.
Komentar
Posting Komentar