Langsung ke konten utama

There's nothing wrong, I think.

Halo! It's good to be back here, bloggie.

#FYI akhirnya Rorien Novriana si Tukang Galau Hal-hal Receh officially a Bachelor of Arts. I'm beyond proud of my self, deep inside. But when someone said it to me, i'm not. I am not proud at all. Such a weird feeling and lately I googled it. What this kinda feeling that I had? So, just call it Fear of Compliments disease. *sigh*

Skip.

Jadi, bukan tentang virus aneh yang melanda pikiran saya yang mau saya tulis hari ini. Beberapa hari ini ada pikiran yang cukup mengganggu dan saya tidak tau harus ajak diskusi siapa. Jadi hal ini adalah tentang kepolosan dan keberkahan.

Kepolosan - ada beberapa hal dalam beberapa hal /idk how to explain it/  yang ketika ada orang lain memberi tahu saya, saya akan merespon dengan "Ha? demi apa kaya gitu? Kok gue gak tau deh caranya kaya gitu?" Let say, "menjilat" bos. Jadi ada yang cerita mengenai orang kaya gini di kantornya dan reaksi saya adalah seperti itu. Tapi, bener deh. Saya tidak tau gimana caranya orang melakukan hal kaya gitu. Like...hal kaya gitu sepertinya tidak pernah terbersit di otak saya. Dan ketidaktahuan saya ini tergolong bodoh mendekati bego bukan polos lagi, katanya. Hahahaha! But seriously, dude, gimana cara ngelakuin hal kaya gitu? 
Hal lainnya yaitu saya sampai sekarang berpikir bahwa....semua orang itu baik, I mean, semua orang seperti fine dengan saya. Tapi, saya tahu sekali kalau tidak semua orang baik like i thought before. Contohnya, saya baru tahu kalau ada teman saya yang blame me for the rumor about her. Dan ketika saya denger itu saya......kaget, gak nyangka. Habis itu, saya tidak berpikir bahwa, gilak! jahat banget ini manusia ya Allah. Saya malah mikir, hadu Rorien, mulut besarmu itu sudah membentuk persepsi dan kemudian sudah menimbulkan asumsi. Lalu, saya udah gak mikirin itu lagi. Idk itu termsuk polos atau emang saya manusianya terlalu malas dan gak ambil pusing atas omongan orang. Dan saya pun dulu pernah sampai di satu titik, saya tau kalau saya diomongin orang. Bohong sih kalau saya bilang saya gak kepikiran. Tapi, ya itu, yang saya pikirin itu....Duh salah gue apa ya sampai mereka kaya gitu dan abis itu...bodo amat. Hahahaha.
Nah, kalau yang ini saya polos beneran sih atau bolehlah disebut bodoh. Hm. Saya gak tau gimana bersikap kalau lagi sama laki-laki. Tapi, yang saya juga ada rasa simpati ya, bukan yang udah temen gitu. Tiba-tiba saya jadi bodoh dan muncullah sindrom gak bisa makan, saking groginya. Kalau kebodohan ini diceritain kayanya jadi novel sendiri. Habis, tiga tahun bodohnya. #lha

Keberkahan - sebagai fresh graduate, tujuan saya selanjutnya adalah mencari pekerjaan. Karena saya sudah tidak bisa berharap mendapat kucuran dana dari negara. Dan salah satu pertimbangan saya adalah keberkahan pekerjaan. Gini, as a fresh graduate, saya berusaha untuk tidak pilih-pilih pekerjaan as long as the job is fit my passion or my background study. Tapi, once I heard "Hidup itu cuma sekali, setidaknya pilihlah pekerjaan yang sedikit mudaratnya, yang tidak merugikan orang banyak". Karena perkataan itu terpatri kuat...saya jadi berusaha untuk melihat background pekerjaan dan perusahaan yang saya lamar. Misalnya I know kalau dunia politik itu tidak selalu baik, jadi sebisa mungkin saya tidak mendekati ranah pekerjaan di situ, tapi kalau kata Allah rezekinya di situ, mungkin saya akan mencari posisi yang paliiing sedikit mudaratnya. Tapi, itu hanya contoh. 
Pikiran selanjutnya yang merupakan sambungan dari pikiran pertama adalah "dunia hanya sementara, Rorien". Entah kenapa hal ini mereduce segala kekecewaan dan keambisiusan saya, kengoyoan saya akan hal-hal duniawi. Saya tau sih ini ada plus dan minusnya. Tapi, entahlah saya menjadi lebih tenang karena ada pikiran ini.

Saya sangat sadar bahwa dunia setelah kuliah yang sedang saya hadapi jauh jauh jauh jauh lebih menantang. Oleh karenanya, saya butuh saya yang kuat dan saya hanya dapat berharap kekuatan dari Allah. Dunia yang sedang saya hadapi tentu banyak godaan yang lebih dahsyat dari dunia perkuliahan. Dunia kerja jauh lebih jahat lagi, i guess. Banyak realita yang baru saya alami dan lihat dan saya sangat butuh pegangan agar tidak jatuh dan menyesal. Maka dari itu, saya butuh dibantu Allah agar tidak menyesal nantinya. Karena yang saya pikirkan sekarang dalam mencari pekerjaan adalah bukan hanya rezekinya, tapi juga keberkahannya. Saya yakin jika pekerjaannya sudah berkah, insyaAllah ada rezekinya juga. Karena rezeki sesungguhnya sudah Allah jamin, namun surga belum ada jaminannya.

:)

Komentar

Popular

#NotetoMySelf Tiga Kunci

Hari ini saya kembali dihadapkan pada kenyataan bahwa sekarang saya sudah berada dalam sebenar-benarnya kehidupan. Lulus dari perkuliahan lantas tidak membuat kehidupan saya lebih mudah, malah membuat saya harus selalu menguatkan diri saya dan tidak boleh lagi cursing diri saya. Untuk diri saya, ini adalah tiga kunci yang saya berikan sebagai pengingat setiap detiknya. Tetaplah bungkus pikiranmu bahwa dunia ini hanya sementara ketika kamu mulai lelah, namun jangan pernah berhenti. You can take a break, but don't quit . Istigfar - Sudah berpikir berapa banyak dosa yang kamu lakukan tiap detiknya? Maka perbanyaklah istigfarmu dengan harapan Allah akan memaafkan sedikit demi sedikit tumpukan dosamu. Perbanyaklah istigfarmu dengan harapan Allah akan mempermudah langkahmu. Perbanyaklah istigfarmu dengan harapan Allah akan selalu mengizinkanmu untuk dapat dekat denganNya. Tahmid - Sudah pernah mencoba menghitung nikmat apa yang Allah berikan kepadamu setiap menitnya? Kamu p...

Hitam

Setelah sekian lama tidak bertemu dengan titik hitam itu, ia kembali menemui saya. Mungkin tak segelap dulu, tapi tetep menyiksa. Segala gelisah dan cemas, saya paksa redam dalam tidur berjam-jam. Namun, rasa tak enak masih ada dan seperti tak berkesudahan. Saya harus merelakan tiga hari untuk meringkuk di kasur. Berusaha menerima segala emosi negatif yang sedang datang membelenggu. Semua daya upaya untuk meredakannya seperti ditepas sana dan sini. Tak ada pilihan selain merangkulnya, menerima diri saya yang sedang meredup. Pikiran yang lalu seakan bersautan.  "Kenapa.." ada di tiap bagian otak saya yang tentu saja tidak akan menemukan jawabnya. Dan dari semua yang paling menyiksa adalah pikiran bahwa saya sendirian. Berulang kali saya coba katakan bahwa hal itu tidak benar, tapi berulang kali juga sisi waras saya kalah. "Iya, saya sendirian. Iya, tidak ada yang peduli. Iya, dunia akan selalu baik-baik saja meski saya tidak ada." Lalu, sekelebat bayangan keluarga me...

Bising

Luarku tampak tenang Tapi, otakku bergemuruh Seperti ombak di tengah samudera Menghantam kapal-kapal nelayan Yang tengah mencari ikan. Aku diam Namun, kebisingan ini tak mau hilang. Aku menangis, Kukira ia akan pergi melalui Rembesan air yang mengalir. Suara-suara itu masih ada Tak mau diam Hingar bingar itu masih terasa Tak mau pergi Perutku pun bergemuruh Meminta haknya yang tak jua diisi Karena hingar bingar ini membunuh Semua rasa laparku Aku menutup mata Masih dengan harap yang sama Hanya supaya tak lagi bising Sudah berhenti Aku ingin memejamkan mata sejenak Kembalilah di waktu lain

Damai yang Mematikan

"Sudah sudah jangan ribut," tegur ibu saya malam ini pada saya dan adik saya. Kami berdua sedang beradu argumen tapi tidak serius, kami pun tahu. Lalu, ibu saya bilang bila pusing mendengar kami. Saya pun menyaut. "Berantem itu bagian dari perkembangan dan tumbuh. Gak akan tumbuh kalau gak berantem. Lagian jadi gak tau apa yang mau disampaikan." Lancar sekali dan terdengar kurang sopan ya. Namun, ibu saya harus tahu kalau kami berdua sudah besar dan paham bagaimana caranya berdiskusi. Sebagai saudara, rasanya wajar toh berselisih pendapat.  Setidaknya saya tahu perspektif adik saya atas satu hal, dan saya pun bisa mengutarakan pendapat saya. Selama tidak pakai bahasa yang kasar, menurut saya ya wajar saja. Lalu, saya menyadari. Pikiran saya melayang ke keadaan rumah bertahun-tahun lalu.  Orang tua kami selalu terlihat adem-ayem saja. Tak pernah tengkar bentak sana sini. Tak pernah saling caci maki di depan kami. Kalau membaca literasi soal 'parenting' ini ad...

Bertanya

"Libatkanlah Allah dalam hal sekecil apapun." Pernyataan itu terngiang di kepala saja sejak lama. Saya berusaha supaya Allah terlibat dalam tiap langkah hidup saya. Bahkan, ketika saya memutuskan untuk bertemu yang terakhir kali saja saya berdoa dalam-dalam; "Kalau Opin gak boleh ketemu, tolong hujan aja ya Allah, tapi kalau boleh dan Opin nggak apa-apa tolong dibantu." Lalu, di hari yang sudah sangat gelap itu, tidak setetes air pun turun, hingga saya sampai di rumah. Saya percaya, Allah akan selalu bantu, Allah akan kasih arahan. "Kalau tidak baik, mohon dilapangkan.." Doa itu kembali saya ulang-ulang, hingga sepertinya hati sudah lapang. Ada yang tadinya mendekat, lalu pergi kemudian. Meski saya tidak tahu ke depannya seperti apa, tapi hati rasanya lapang dan hanya menerima dan berprasangka bahwa ini adalah jawaban dari doa. Ketika hari-hari yang lalu, manusia ini jadi nama pertama yang muncul, kini tidak lagi. Bahkan, ketika melihat namanya muncul, tak...