Langsung ke konten utama

Akhir tahun, akhirnya.

Tahun 2017 akan segera berakhir. Saya berhenti sejenak, merenung, berpikir apa saja yang sudah saya lakukan di tahun ini. Saya tersenyum dan bersyukur atas semua hal yang terjadi di tahun ini dan tahun-tahun yang lalu. Tapi, tahun ini rasa syukur saya mungkin berlipat-lipat. 

Saya bangga dengan saya tahun ini. (ew?)

Awal tahun saya buka dengan segala hal yang berhubungan dengan kepusingan skripsi. Dari mencari dosen pembimbing sampai dengan menyerahkan proposal awal. Kemudian saya berjibaku dengan judul yang berganti beberapa kali hingga akhirnya saya sedikit menyerah dengan melarikan diri dari hal-hal tentang skripsi. Saya kemudian mengambil kesempatan untuk bisa magang di salah satu startup terkemuka di tahun ini, Ruangguru.com. Berada di bagian HRD membuat saya belajar bagaimana sebuah perusahaan merekrut karyawan-karyawan yang nantinya akan berkontribusi untuk perusahannya. Walaupun tidak linier dengan latar belakang pendidikan saya, tapi saya senang dan bersyukur bisa belajar mengenai SDM dan juga diberikan kesempatan untuk bisa mewawancarai orang yang ingin bergabung di Ruangguru. Kurang lebih dua setengah bulan saya habiskan waktu saya untuk magang dan melupakan skripsi saya. Dari sini saya belajar bahwa time management saya tidak baik. Hahaha! Buktinya skripsi saya keteteran dan saya baru bisa sedikit fokus ketika memasuki akhir masa magang. Saya ingat sekali ketika saya meminta izin kepada dosen pembimbing saya untuk magang di sela-sela pembuatan skripsi:

"Saya tidak masalah kalau kamu mau magang, tapi kamu bisakan bagi waktunya?"
"Bisa pak. Saya insyaAllah bisa kerjakan malam hari atau ketika akhir pekan", jawab saya dengan sangat amat yakin. 

What a shame. Karena ketika malam hari pun saya masih disibukan dengan kerjaan kantor dan akhir pekan saya sudah merasa tidak bertenaga dan saya habiskan dengan tidur. :)

Akhirnya, saya pun mendapat judul untuk  skripsi saya (yang alhamdulillah bisa membawa saya duduk di Auditorium dan dipindahin tali toganya sama Pak Rektor, yey!)

Sungguh perdramaan skripsi saya dari Mei hingga selesai September dan akhirnya sidang Oktober, benar-benar dilancarjayakan oleh Allah. Perjuangan ngelawan magernya diri saya, kegalauan, kekhawatiran akan hal-hal yang bahkan saya belum tau bakalan terjadi atau nggak, salah analisis, deg-degan parah mau sidang, gak bisa tidur, gak bisa makan sampai kurus banget, dan perdramaan lainnya. Tapi, Allah mengatakan pada saya "Tenang saja, ada Aku"

Daaan akhirya seperti yang Allah firmankan dalam surat Hud ayat 6 bahwa semuanya sudah tertulis dalam Lauh Mahfudz ribuan tahun yang lalu, alhamdulillah saya lulus di bulan favorit saya, November!

Momen wisuda adalah salah satu momen di mana saya sungguh tidak menyangka bahwa yang dateng dan kasih ucapan dan perhatian sungguh banyak. Alhamdulillah alhamdulillah terus. Gak berhenti bersyukur. Semuanya ikut larut a bahagia saya, dari teman hingga keluarga. Tapi, yang paling tidak bisa saya lupakan adalah senyum bangga Mamah dan Papah ketika nama saya muncul di layar besar di Auditorium. Saya sih malu, tapi mereka............bahagia. AH! Selamat Rorien, selamat!

Hal yang tidak terduga yang alhamdulillah Allah berikan kesempatan kepada saya untuk merasakannya adalah menjadi pembicara. Walaupun audiencenya tidak sampai ribuan orang, tapi saya merasa bahagia dan senang, saya bisa berbagi ilmu dan pengalaman yang saya miliki dengan orang lain. Yey!

Tahun ini juga tahun proyekan sekali! Hahaha bertemu dalam banyak orang baru dalam proyek-proyek berbeda. Proyekan-proyekan yang datang silih berganti ini seperti jawaban dari Allah atas renungan saya "Duh dapet uang jajan dari mana ya?" Voila. Allah kasihlah banyak proyekan berbayar yang alhamdulillah bisa mengcover kebutuhan finansial manusia dalam masa tenggangnya ini :))

Ah iya. Bisa eksplor tempat-tempat baru sebagai reward atas diri saya sendiri menjadi penutup tahun yang ciamik. Ternyata sebahagia itu ya bisa kasih reward atas segala usaha yang sudah diri ini lakukan. Ayo jalan-jalan ke banyak tempat lagi:)))

----
2017 merupakan tahun yang spesial, karena di tahun ini Allah banyak berbicara dengan saya. Allah selalu hadir dalam tiap detik hidup saya. Allah selalu dan terus ada untuk saya. Namun, di tahun ini saya merasakan betul arti dari memasrahkan semuanya pada Allah. Arti dari  saya hanya perlu yakin bahwa Allah bersama saya dan usaha saya. Arti dari Allah akan membawa saya menuju jalan yang memang sudah Ia tentukan untuk saya.

Saya senang, saya masih diberikan kesempatan oleh Allah untuk lebih mendekatinya, untuk lebih bersyukur, untuk lebih yakin atas semua hal.

----
2018 merupakan tahun yang baru. Saya merasa tahun ini adalah awal yang baik untuk memulai banyak hal baik lainnya. Semoga hal baik di tahun 2017 tentang saya akan terus bertahan dan hal baik lainnya akan segera menyusul. Semoga Allah selalu meyakinkan hambaNya ini bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan terlalu berlebihan. Semoga ada pencapaian-pencapaian lainnya di tahun 2018. Mari kita mulai dengan Bismillah. :)

Komentar

Popular

Semakin Berbagi, Semakin Allah Beri

Berbagi itu tentang mensyukuri nikmat yang Allah kasih. Berbagi itu tentang menyadari bahwa semuanya yang dimiliki hanya titipan Illahi. Semakin banyak berbagi, semakin berbahagia diri ini. --- Tidak pernah ada orang yang berbagi lalu menjadi miskin. Yang ada, semakin cukup, semakin kaya. Allah akan gantikan dengan yang lebih baik lagi, tak hanya dalam bentuk materi, tapi juga kenikmatan beribadah sampai ketenangan diri. Yang hilang akan Allah ganti, sebagai mana Ia katakan dalam Ad-Dhuha. Dan jangan lupa, janji Allah itu pasti. Tentang berbagi ini, saya sadari tidak hanya melulu materi. Saya coba untuk berbagi dengan apapun yang ada di diri saya. Ilmu, senyuman, tenaga. Selalu mendapat energi positif dari kegiatan sosial adalah salah satu cara saya agar mereduksi energi negatif yang terkadang datang menghampiri.  Dari mengajar adik kecil hingga membantu memberi makan pada yang membutuhkan. Namun, satu kisah berbagi paling menarik versi saya yakni k...

Damai yang Mematikan

"Sudah sudah jangan ribut," tegur ibu saya malam ini pada saya dan adik saya. Kami berdua sedang beradu argumen tapi tidak serius, kami pun tahu. Lalu, ibu saya bilang bila pusing mendengar kami. Saya pun menyaut. "Berantem itu bagian dari perkembangan dan tumbuh. Gak akan tumbuh kalau gak berantem. Lagian jadi gak tau apa yang mau disampaikan." Lancar sekali dan terdengar kurang sopan ya. Namun, ibu saya harus tahu kalau kami berdua sudah besar dan paham bagaimana caranya berdiskusi. Sebagai saudara, rasanya wajar toh berselisih pendapat.  Setidaknya saya tahu perspektif adik saya atas satu hal, dan saya pun bisa mengutarakan pendapat saya. Selama tidak pakai bahasa yang kasar, menurut saya ya wajar saja. Lalu, saya menyadari. Pikiran saya melayang ke keadaan rumah bertahun-tahun lalu.  Orang tua kami selalu terlihat adem-ayem saja. Tak pernah tengkar bentak sana sini. Tak pernah saling caci maki di depan kami. Kalau membaca literasi soal 'parenting' ini ad...

Surat Cinta untuk Rabbnya - Terima Kasih

Dalam perjalanan pulang sehabis bekerja hingga larut, saya berhenti sejenak. Menengok ke sekitar, menengadahkan wajah ke langit. Lalu bergumam,  Masya Allah saya sudah ada di titik ini. Titik yang tidak pernah saya bayangkan akan terjadi di tahun sebelumnya. Lebih besar, lebih menyenangkan. Berkesempatan ada di sini, dalam pesta demokrasi lima tahunan, melihat dalam perspektif yang berbeda. Air mata saya luruh diam-diam, tak mampu saya bendung. Ingin sekali bergegas berwudhu dan mengucap syukur sebanyak-banyaknya, serta memohon ampun sedalam-dalamnya. Begitu besar yang Allah beri, begitu sedikit kewajiban yang saya tunaikan. Tak ada murka dalam tiap perjalanan, tapi selalu ada teguran yang mengembalikan. Ya Rabb, hambaMu yang lalai ini berusaha untuk selalu berterima kasih atas segala ketetapan dan ketentuanMu. Masih banyak sekali lalai dalam syukurnya, masih banyak kufur dalam nikmatnya. Ya Rabb, terima kasih. Terima kasih.

Bertanya

"Libatkanlah Allah dalam hal sekecil apapun." Pernyataan itu terngiang di kepala saja sejak lama. Saya berusaha supaya Allah terlibat dalam tiap langkah hidup saya. Bahkan, ketika saya memutuskan untuk bertemu yang terakhir kali saja saya berdoa dalam-dalam; "Kalau Opin gak boleh ketemu, tolong hujan aja ya Allah, tapi kalau boleh dan Opin nggak apa-apa tolong dibantu." Lalu, di hari yang sudah sangat gelap itu, tidak setetes air pun turun, hingga saya sampai di rumah. Saya percaya, Allah akan selalu bantu, Allah akan kasih arahan. "Kalau tidak baik, mohon dilapangkan.." Doa itu kembali saya ulang-ulang, hingga sepertinya hati sudah lapang. Ada yang tadinya mendekat, lalu pergi kemudian. Meski saya tidak tahu ke depannya seperti apa, tapi hati rasanya lapang dan hanya menerima dan berprasangka bahwa ini adalah jawaban dari doa. Ketika hari-hari yang lalu, manusia ini jadi nama pertama yang muncul, kini tidak lagi. Bahkan, ketika melihat namanya muncul, tak...

Lapang Dada

Salah satu doa yang harus diulang-ulang adalah.. "Robbis rohlii shodrii.." - Ya Rabb, lapangkanlah dada hamba. Kelapangan dada atas apapun yang terjadi, yang sudah ditetapkan jadi hal yang utama. Supaya hati tidak berat menjalani tiap harinya. Sudah seminggu, hati rasanya sedih sekali. Tidak bisa mendeskripsikan lebih detail lagi perkara sedihnya. Tiap malam, hanya mampu mengadu pada Allah sembari membasahi mata dengan air alaminya. Mengadu dengan terisak perihal dada yang akhir-akhir ini sesak. Lalu, malam ini, mendengar.. "hatinya belum lapang, maka dadanya terasa sesak." Tumpah ruah rasanya tiap rasa di dalam hati. Tapi, masih belum menemukan, belum lapang soal apa? Belum lepas soal apa? Tentang hal yang terjadi kemarin, dalam dirin sudah tak menyimpan sakit. Sudah diresapi lalu dilepaskan ke langit. Tentang bahagianya, memang sengaja disimpan, agar hanya ada hal baik yang menetap. Perihal rindu? Ah rasanya diri ini merindukan semua orang, meski sesekali rasa rin...