Langsung ke konten utama

Surat Cinta untuk Rabbnya - Ingkar

Manusia memang selemah itu. Tidak akan mungkin kuat jika kekuatan tidak datang dari Rabbnya. Ketika kekuatannya sudah terisi kembali, ia suka lupa kepada Sang Pemberi Kekuatan. Terlalu sering manusia lalai ketika sudah diberi nikmat. Terlena akan kemudahan duniawi yang Rabbnya berikan. Lantas pergi dan lupa berterima kasih. Lalu ia kembali diuji dan kembali dengan pikiran, "Kemanakah aku harus mencari?"

Lalu, Sang Pemberi Kekuatan hanya akan tersenyum dan tidak memberi sanksi. Katanya, "Aku di sini, kemarilah, kamu akan Aku beri." Rabbnya adalah sebaik-baiknya yang menepati janji, tidak peduli sudah berapa banyak nikmat yang hambaNya ingkari.

Manusia selalu mencari manusia lainnya untuk bersandar atau hanya sekedar berbagi keluh dan kesah. Sering ia lupa bahwa mereka pun memiliki keluh dan kesahnya sendiri-sendiri. Padahal Rabbnya senantiasa menanti di penghujung malam untuk mengasihi hamba-hambaNya dengan tanganNya sendiri. Tapi, lagi-lagi kami mengingkari.

Malam itu, ia mengangkat kedua tangannya. Berdialog dengan Rabbnya, tidak untuk berkeluh kesah. Ia ingin memohon ampun karena sering tidak berterima kasih atas apa pun yang terjadi. Baik maupun kurang baik, menurut versinya.

Komentar

Popular

Semakin Berbagi, Semakin Allah Beri

Berbagi itu tentang mensyukuri nikmat yang Allah kasih. Berbagi itu tentang menyadari bahwa semuanya yang dimiliki hanya titipan Illahi. Semakin banyak berbagi, semakin berbahagia diri ini. --- Tidak pernah ada orang yang berbagi lalu menjadi miskin. Yang ada, semakin cukup, semakin kaya. Allah akan gantikan dengan yang lebih baik lagi, tak hanya dalam bentuk materi, tapi juga kenikmatan beribadah sampai ketenangan diri. Yang hilang akan Allah ganti, sebagai mana Ia katakan dalam Ad-Dhuha. Dan jangan lupa, janji Allah itu pasti. Tentang berbagi ini, saya sadari tidak hanya melulu materi. Saya coba untuk berbagi dengan apapun yang ada di diri saya. Ilmu, senyuman, tenaga. Selalu mendapat energi positif dari kegiatan sosial adalah salah satu cara saya agar mereduksi energi negatif yang terkadang datang menghampiri.  Dari mengajar adik kecil hingga membantu memberi makan pada yang membutuhkan. Namun, satu kisah berbagi paling menarik versi saya yakni k...

Surat Cinta untuk Rabbnya - Terima Kasih

Dalam perjalanan pulang sehabis bekerja hingga larut, saya berhenti sejenak. Menengok ke sekitar, menengadahkan wajah ke langit. Lalu bergumam,  Masya Allah saya sudah ada di titik ini. Titik yang tidak pernah saya bayangkan akan terjadi di tahun sebelumnya. Lebih besar, lebih menyenangkan. Berkesempatan ada di sini, dalam pesta demokrasi lima tahunan, melihat dalam perspektif yang berbeda. Air mata saya luruh diam-diam, tak mampu saya bendung. Ingin sekali bergegas berwudhu dan mengucap syukur sebanyak-banyaknya, serta memohon ampun sedalam-dalamnya. Begitu besar yang Allah beri, begitu sedikit kewajiban yang saya tunaikan. Tak ada murka dalam tiap perjalanan, tapi selalu ada teguran yang mengembalikan. Ya Rabb, hambaMu yang lalai ini berusaha untuk selalu berterima kasih atas segala ketetapan dan ketentuanMu. Masih banyak sekali lalai dalam syukurnya, masih banyak kufur dalam nikmatnya. Ya Rabb, terima kasih. Terima kasih.

Damai yang Mematikan

"Sudah sudah jangan ribut," tegur ibu saya malam ini pada saya dan adik saya. Kami berdua sedang beradu argumen tapi tidak serius, kami pun tahu. Lalu, ibu saya bilang bila pusing mendengar kami. Saya pun menyaut. "Berantem itu bagian dari perkembangan dan tumbuh. Gak akan tumbuh kalau gak berantem. Lagian jadi gak tau apa yang mau disampaikan." Lancar sekali dan terdengar kurang sopan ya. Namun, ibu saya harus tahu kalau kami berdua sudah besar dan paham bagaimana caranya berdiskusi. Sebagai saudara, rasanya wajar toh berselisih pendapat.  Setidaknya saya tahu perspektif adik saya atas satu hal, dan saya pun bisa mengutarakan pendapat saya. Selama tidak pakai bahasa yang kasar, menurut saya ya wajar saja. Lalu, saya menyadari. Pikiran saya melayang ke keadaan rumah bertahun-tahun lalu.  Orang tua kami selalu terlihat adem-ayem saja. Tak pernah tengkar bentak sana sini. Tak pernah saling caci maki di depan kami. Kalau membaca literasi soal 'parenting' ini ad...

Syukur

Satu bagian dari diri saya masih memroses hal baik dan manis yang belakangan ini terjadi karena satu orang. Entah apa rencana Allah hingga Ia beri saya teman dalam perjalanan hidup yang panjang ini.  Setelah bertahun-tahun terkungkung dalam pikiran bahwa saya tidak menarik, manusia ini dengan gamblangnya mengatakan ingin bersama selamanya. Tak ada satu hari pun tanpa dia menghujani saya dengan kalimat-kalimat sayangnya yang terasa begitu tulus dan dilontarkan begitu saja. Dia tidak berhenti mengatakan bahwa dia sayang, meski sering kali kata itu tidak saya balas karena percayalah kata-kata itu terlalu berarti hingga saya merasa tak bisa membalasnya. Namun, tiap kalimat-kalimat manis yang ia tulis untuk menunjukkan betapa bersyukurnya dia bertemu saya, hanya mampu saya balas dengan doa: "Ya Allah jagalah dia dan berikan ia kesehatan, serta bahagia dan ketenangan hati sampai nanti." Hingga saya menulis ini, air mata saya seperti mengiyakan kebaikan orang ini atas saya.  Mungkin...

Bolak-balik Hati

Sejatinya hati manusia itu milik Allah. Manusia, yang sering dengan jemawanya sering menyebut hati adalah miliknya, bahkan tidak akan pernah mengerti tentang hati tersebut. Tiga bulan lalu saya merasa sepi, kosong, butuh afeksi dari manusia lain. Sampai-sampai merasa tak ada yang peduli. Namun, saya lupa. Saya lupa meminta untuk terus diberikan rasa cukup dan penuh. Untuk jangan dibiarkan merasa sepi meski sendiri. Untuk diberikan rasa cukup di hati hanya dengan kehadiran Allah. Saat ini, saya sedang merasa cukup dan penuh, sehingga tidak merasa butuh manusia lain. Perasaan yang seharusnya tinggal lama. Tapi, hati adalah bagian yang paling sering goyah jika tak benar-benar dijaga. Hari ini dia bisa meletup-letup bahagia, namun di lain hari dia bisa merasa paling gundah dan gulana. Tak berhenti saya berdoa untuk bisa merasa seperti ini lebih lama, supaya tak ada celah untuk berharap afeksi dari manusia. Bila memang bentuk afeksi Allah adalah lewat manusia lain, akan saya terima. Tapi, s...