Langsung ke konten utama

Kalau Saya Boleh Memutar Waktu

Saya pernah mendengar percakapan seperti ini ketika suatu hari ada acara keluarga;
"Katanya nanti pas SMP, Rama mau dimasukin pesantren, padahal kakak-kakaknya sarjana semua.."

WALA. Pernyataan yang cukup bikin saya mengernyitkan dahi.

Dulu sekali ketika saya masih berada di zaman jahiliyah (yadu), persepsi yang ditanamkan pada otak saya mengenai pesantren itu negatif. Mengapa? Ya karena keluarga saya mengatakan bahwa pesantren itu tempatnya anak-anak nakal. Pesantren itu tempat di mana si anak-anak nakal ini 'dididik dengan cara yang sangat tegas' agar ketika keluar pesantren tidak lagi jadi anak nakal. Pola didiknya seperti disuruh mengepel lantai, nyapu, masak, pokoknya kegiatan-kegiatan semacam inilah. Penanaman ide ini timbul karena adanya pengalaman dari kakak sepupu saya yang dulu pernah 'dititipkan' di pesantren. Kakak sepupu saya ini memang mengalami hal yang tidak mengenakan, tapi tidak separah persepsi yang ditanamkan di otak saya. Karena persepsi inilah kemudian muncul sebuah kesimpulan yang bertahun-tahun tertanam di otak saya bahwa pesantren adalah tempat yang menyeramkan. :(

Semenjak saya kuliah di UIN, otomatis teman-teman saya banyaaak sekali yang menimba ilmu di pesantren. Sejak saat itu pula persepsi saya tentang pesantren berubah. Saya melihat bahwa teman-teman saya yang santri tidak hanya pintar dalam mata kuliah yang ada unsur agamanya, tetapi juga pada mata kuliah umum lainnya. Dan kebanyakan dari mereka adalah tipe-tipe yang cukup vokal dalam memberikan pendapat mereka di kelas.

Saya percaya sekali jika kepintaran yang mereka miliki karena mereka terlebih dahulu mempelajari Alquran yang merupakan gudang ilmu pengetahuan. Sekali kita sudah memahami ilmu Alquran, pasti ilmu-ilmu pengetahuan lainnya akan lebih mudah untuk dipahami.

Nah, dari sini kadang saya punya pikiran "Coba dulu ibu mendaftarkan saya ke pesantren.."

Tapi tidak apa. Saya punya cita-cita untuk mendaftarkan adik saya yang paling kecil ke pesantren karena dari kecil sudah saya berikan persepsi positif tentang pesantren dan alhamdulillahnya dia tertarik. Saya juga hampir pasti akan memasukan anak saya ke pesantren atau pun sekolah yang berbasis agama, karena menurut saya pondasi agama itu harus dikuatkan sejak dini. Saya selalu kagum dengan penghafal-penghafal Alquran di luaran sana. Betapa Allah mudahkan jalan hidup mereka, ketika mereka dengan tulus dan ikhlas mempelajari Alquran. Semoga kelak anak-anak saya bisa menjadi penghafal Alquran yang juga baik dalam penguasaan bidang keilmuan lainnya. Amin!

Komentar

Popular

Surat Cinta untuk Rabbnya - Pasrah

Ingatan saya kembali pada hal-hal yang selalu Allah berikan untuk saya. Bagaimana proses saya menuju hal tersebut. Pasrah. Semua Allah beri ketika keadaan saya pasrah, ketika saya tak berharap pada apapun, ketika saya berkata 'Yang terbaik menurutMu ya Rabb'. Untuk sampai di titik itu lagi, Saya butuh hati yang benar-benar lapang. Tak terjerumus pada kesemuan dunia. Ya Rabb, Saya belum dalam keadaan pasrah lagi pada tiap ketentuan dan ketetapanmu. Ya Rabb, Bantu saya untuk memasrahkan semuanya, hingga hati ini tak lagi gelisah, hingga diri tak lagi meronta. Ya Rabb, Jadikanlah hambaMu pasrah..

RumahNya

Terbersit rasa ingin berlama-lama di masjid sepulang kantor.  Kala hati gundah gulana dan matahari masih mengangkasa, tujuan akhir bukan rumah tapi rumahNya.  Empuknya kasur tak bisa menggantikan kelegaan jiwa saat duduk bersimpuh di tempat yang paling tenang di dunia.  Kadang rumah hanya jadi tempat istirahat badan, tapi tidak dengan jiwa. Ia meronta, menuntut untuk segera dipertemukan dengan Yang Maha Menenangkan. Pandemi membuat semua lini kehidupan harus beradaptasi. Jarang saya mengutuk musibah yang dirasakan semua orang di dunia ini karena bekerja dari rumah adalah salah satu impian saya. Namun, pandemi membuat kegiatan rehat jiwa saya jadi terganggu. Cara lain harus ditempun. Kajian virtual tak akan pernah menggantikan nikmat duduk berlama-lama di majelis ilmu. Meski kajian sudah mulai dibuka kembali, tapi rasa khawatir masih menghampiri.  Semoga tidak hanya badan saya saja yang beradaptasi dengan situasi aneh ini, tetapi juga jiwa yang meminta agar haknya dipenuhi.

Opin Jalan-jalan!: Ada apa sih di Ibu Kota? #1

Kepenatan skripsi dalam 5 bulan terakhir kemarin, membuat saya uring-uringan sendiri. Hanya satu dibenak saya saat itu,  travel!  Saya berpikir ini adalah satu-satunya cara agar pikiran saya kembali segar dan dapat menulis bab selanjutnya dengan baik. Tapi, dengan keterbatasan budget untuk jalan-jalan ke luar kota, saya pun memutuskan untuk berkeliling Jakarta. Terdengar membosankan?  https://aenze.blogspot.com/2013/01/tunggu-dulu-puisi-martinus-sihwanto.html      Destinasi wisata di Jakarta memang bukan berpusat di destinasi alam, seperti gunung ( yaiyalah! ) atau pantai. Walaupun ada pantai di ujung Jakarta sana. Nah, karena saya memang lebih suka wisata yang ada edukasinya, makanya saya milih untuk berkunjung ke museum dan galeri seni. Maka kemarin saya menghibur diri saya dengan putar-putar ke destinasi yang memang mengedukasi. Kemana sajakah saya? Mungkin bisa jadi referensi untuk kamu-kamu yang ingin 'cuma' muter-muter naik Trans Jakarta tapi nambah pengetahuan

#NotetoMySelf Tiga Kunci

Hari ini saya kembali dihadapkan pada kenyataan bahwa sekarang saya sudah berada dalam sebenar-benarnya kehidupan. Lulus dari perkuliahan lantas tidak membuat kehidupan saya lebih mudah, malah membuat saya harus selalu menguatkan diri saya dan tidak boleh lagi cursing diri saya. Untuk diri saya, ini adalah tiga kunci yang saya berikan sebagai pengingat setiap detiknya. Tetaplah bungkus pikiranmu bahwa dunia ini hanya sementara ketika kamu mulai lelah, namun jangan pernah berhenti. You can take a break, but don't quit . Istigfar - Sudah berpikir berapa banyak dosa yang kamu lakukan tiap detiknya? Maka perbanyaklah istigfarmu dengan harapan Allah akan memaafkan sedikit demi sedikit tumpukan dosamu. Perbanyaklah istigfarmu dengan harapan Allah akan mempermudah langkahmu. Perbanyaklah istigfarmu dengan harapan Allah akan selalu mengizinkanmu untuk dapat dekat denganNya. Tahmid - Sudah pernah mencoba menghitung nikmat apa yang Allah berikan kepadamu setiap menitnya? Kamu p