Langsung ke konten utama

Tenang Saja! :)

Sepertinya memang ada tulisan tembus pandang di dahi saya, 'fragile'. Hanya orang lain yang dapat melihatnya, tidak dengan saya. Dasar hati ini selalu meyakini bahwa manusia tidak melulu harus tampak kuat di depan manusia lainnya. Bukankah manusia dalam firman Allah memang diciptakan dalam keadaan lemah? Terkadang, manusia malu untuk menunjukkan sisi lemahnya pada manusia lainnya. Tidak apa itu pilihan mereka.

Namun saya rasa, saya terlalu banyak menunjukkan sisi lemah saya, sehingga stigma 'lemah' seakan melekat pada saya. Rasanya seperti orang-orang bahkan teman-teman terdekat saya selalu mengasihani saya. Dikasihani orang ternyata tidak enak, ya!

Padahal, saya baik-baik saja. Sungguh.

Tulisan-tulisan saya di media sosial memang nampak menyedihkan, seperti orang tak ada semangat hidupnya lagi. Namun, percayalah, menulis adalah cara terbaik saya untuk mengobati semua perasaan dan pikiran yang tidak mampu saya ungkapkan secara gamblang, bahkan pada Allah. Ah tentu pengecualian untuk Allah, karena Ia Maha Mengetahui segala isi hati dan lebih mengetahui diri saya daripada diri saya sendiri.

Tapi, konteks dikasihani di sini adalah pekerjaan saya. Ya, jam bekerja saya memang tidak normal, karena saya memang bukan bekerja di perusahaan. Dari awal saya menerima pekerjaan ini, saya sudah siap dengan konsekuensinya insyaAllah. Tapi, teman-teman saya nampak mengasihani saya yang memang bekerja di akhir pekan.

Teman,
bukankah semua pekerjaan itu melelahkan, sekalipun itu hobi kalian? Bukankah di tiap pekerjaan ada konsekuensi yang harus diterima? Bukankah bekerja itu tentang mensyukuri yang ada karena masih banyak yang belum mendapatkan pekerjaan?

Saya berterima kasih karena respon mereka yang mengasihani saya adalah bentuk rasa sayang mereka. Saya berterima kasih karena masih ada yang mengkhawatirkan saya. Namun, percayalah saya alhamdulillah senang dan tidak merasa berat sekalipun menjalani ini. Tolong doakan saya saja agar selalu kuat menempuh perjalanan dengan Trans Jakarta hahaha!

Teman,
yang saya lakukan ini bukan semata ego saya sendiri. Kesibukan saya bukanlah suatu bentuk pelarian atas patah hati (hm mungkin sedikit haha!). Semua yang saya lakukan ini karena ada tanggung jawab yang harus saya emban dan tenang saja, Allah selalu menguatkan saya ketika saya ingin mengeluh.

Sungguh, saya hanya perlu dukungan kalian. Saya hanya perlu respon positif ketika saya memposting sesuatu terkait pekerjaan saya. Sungguh kalimat semangat dari kalian lebih berarti untuk saya daripada kalimat yang mengasihani saya yang harus bekerja ketika orang lain libur, yang harus bekerja ketika orang lain menikmati opor ayam.

Sungguh, ketika saya bekerja untuk ibadah, ketika saya bekerja karena niat untuk keluarga saya, Allah akan menguatkan dan mempermudah saya. Jadi, jangan kasihani saya lagi, ya! :)

Komentar

Posting Komentar

Popular

Ada Apa dengan Saya?

"Semuanya aja di- uninstall ..", ujar seorang teman saya ketika saya memberitahukan bahwa saya tidak lagi memakai satu aplikasi media sosial. Pelik dan rumit. Mungkin dua kata itu yang dapat menggambarkan keadaan pikiran saya akan keadaan sosial saya saat ini. Saya merasa tidak ingin diketahui keberadaan dan aktivitas yang sedang saya lakukan. Saya merasa saya sedang menarik diri dari lingkungan lama saya. Saya merasa ingin tenggelam saja sendiri bersama pikiran-pikiran saya. Saya kenapa? Saya pun tidak tahu jawabannya. Sudah hampir enam bulan saya pergi dari satu media sosial, instagram. Bukan karena alasan media sosial ini diidentikan dengan 'pamer kehidupan', tapi saya enggan melihat aktivitas orang-orang. Hal ini berdampak pada rasa membanding-bandingkan saya dengan orang lain. Tidak terlalu sering, tapi cukup mengganggu. Saya menelaah lagi lebih dalam ketika saya mulai 'hijrah' ke platform media sosial yang lain, Twitter. Karena sudah tidak sepopu...

Kalau Saya Boleh Memutar Waktu

Saya pernah mendengar percakapan seperti ini ketika suatu hari ada acara keluarga; "Katanya nanti pas SMP, Rama mau dimasukin pesantren, padahal kakak-kakaknya sarjana semua.." WALA. Pernyataan yang cukup bikin saya mengernyitkan dahi. Dulu sekali ketika saya masih berada di zaman jahiliyah (yadu), persepsi yang ditanamkan pada otak saya mengenai pesantren itu negatif. Mengapa? Ya karena keluarga saya mengatakan bahwa pesantren itu tempatnya anak-anak nakal. Pesantren itu tempat di mana si anak-anak nakal ini 'dididik dengan cara yang sangat tegas' agar ketika keluar pesantren tidak lagi jadi anak nakal. Pola didiknya seperti disuruh mengepel lantai, nyapu, masak, pokoknya kegiatan-kegiatan semacam inilah. Penanaman ide ini timbul karena adanya pengalaman dari kakak sepupu saya yang dulu pernah 'dititipkan' di pesantren. Kakak sepupu saya ini memang mengalami hal yang tidak mengenakan, tapi tidak separah persepsi yang ditanamkan di otak saya. Karena...

Bising

Luarku tampak tenang Tapi, otakku bergemuruh Seperti ombak di tengah samudera Menghantam kapal-kapal nelayan Yang tengah mencari ikan. Aku diam Namun, kebisingan ini tak mau hilang. Aku menangis, Kukira ia akan pergi melalui Rembesan air yang mengalir. Suara-suara itu masih ada Tak mau diam Hingar bingar itu masih terasa Tak mau pergi Perutku pun bergemuruh Meminta haknya yang tak jua diisi Karena hingar bingar ini membunuh Semua rasa laparku Aku menutup mata Masih dengan harap yang sama Hanya supaya tak lagi bising Sudah berhenti Aku ingin memejamkan mata sejenak Kembalilah di waktu lain

Surat Cinta untuk Rabbnya - Niat

Iman manusia itu tidak tetap, cenderung naik dan turun. Rasul yang benar-benar Allah jaga saja masih banyak-banyak berdoa agar ditetapkan iman Islamnya. Akhir-akhir ini sedang kembali memperbaiki niat dalam banyak hal terutama ibadah. Niat 'karena Allah' itu kadang masih bias. Jadi ketika ingin ibadah, mempertanyakan lagi, saya niat sholat untuk apa ya? Udah benar karena Allah belum ya? Atau karena sudah terbiasa sholat jadi ya kurang saja kalau belum sholat.  Bahkan, hingga sekarang saya masih meraba bekerja karena Allah itu seperti apa. Niat juga berhubungan dengan yang namanya muraqabah; perasaan yang membuat kita sadar bahwa Allah Maha Melihat dan Mengawasi hamba-Nya. Sifat ini yang lagi saya pupuk pelan-pelan agar apa-apa yang saya kerjakan saya selalu ingat, Allah lihat loh. Bukan hanya di permukaan, tapi sampai titik terdalam diri. Perkara niat ini cukup menyentil karena kajian Ust. Oemar Mita. Dalam videonya beliau bilang, 'niat ibadah karena Allah itu utama,...

Surat Cinta untuk Rabbnya - Ada yang Tidak di Situ Lagi

Menjelang sore hari kemarin tetiba hati saya rasanya hampa sekali. Tiba-tiba saya ingin segera menyelesaikan semua pekerjaan saya dan tidur. Hampa. Kosong. "Ini kenapa ya.." Saya rindu masjid. Saya rindu ketika kapan saja saya bisa bermunajat ke sana. Terutama ketika hati dan pikiran sedang tak karuan. Duduk lama. Membaca mushaf. Mendengar kajian. Melihat orang-orang sedang bersujud, berbicara pada Rabbnya. Saya rindu sekali masjid. Ketika tujuan pulang saya bukan rumah, tapi masjid. Sekadar mampir untuk berkunjung ke rumah Allah. Masjid. Di mana pun selalu memberikan ketenangan yang berbeda. Selalu memberikan rasa aman yang didamba. Selalu membuat ingin berlama-lama. Saya rindu berdiam diri di masjid. Tak ada rasa yang paling menenangkan ketika sudah mengeluarkan semua kegundahan di hati melalui ucapan istigfar. Tak ada yang lebih menguatkan daripada lafaz Lahawla. Tidak banyak doa yang diucap, hanya mohon ampunan. Berharap, masih ada kesempatan untuk ja...