Langsung ke konten utama

Surat Cinta untuk Rabbnya - Bicara Kematian

"Segala puji bagi-Mu, ya Allah, yang telah menghidupkan kembali diriku setelah kematianku, dan hanya kepada-Nya nantinya kami semua akan dihidupkan kembali."

Kini, tiap membuka mata di pagi hari terasa begitu nikmat. Tiap embusan napas yang keluar, hati pun berucap syukur masih diberi kesempatan lebih baik lagi - meski tidak tahu akan sampai satu hari penuh atau tidak.

Manusia tidak pernah tahu perihal kapan dan seperti apa ia akan menemui kembali Tuhannya. Bisa jadi, 1 detik setelah saya mengetik kalimat ini, nyawa tak ada lagi di badan. 

Bicara soal mati, membuat saya berpikir bekal apa yang sudah saya kantongi? Membuat saya berpikir untuk beribadah jauh lebih baik lagi. 

Bicara soal mati, membuat saya merenung apakah bekal saya sudah cukup untuk menempuh perjalanan yang panjang nanti?

Awal tahun, tulisan pertama saya perihal kematian. Awal tahun, sudah banyak peringatan dari Allah bahwa manusia di dunia hanya singgah, tidak selamanya.

Sering kali hidup terasa berat, berat sekali hingga pundak seperti tertimpa sesuatu yang sangat besar. Kaki tergopoh-gopoh untuk berdiri, berusaha berjalan sedikit demi sedikit. Tapi, bila ingat bahwa saya akan mati, beban itu rasanya seperti menguap. Batin seakan berkata, ini hanya sementara, ini hanya sementara.

Mungkin hikmah dari dirahasiakannya tentang kematian adalah persiapan. Bila manusia sudah tahu kepastian soal kematiannya, ia hanya akan fokus pada ibadah, lalu tak menikmati hidupnya, lalu tak terseleksi mana yang benar-benar tulus melakukan demi Tuhannya bukan hanya semata-mata takut mati.

Bicara soal kematian, membuat lapang hati perkara apa yang menetap dan apa yang pergi.

Lagi, tahu apa manusia soal memiliki ketika sejatinya ia tidak pernah punya apapun selain dosa dan amal dalam diri?

Komentar