Langsung ke konten utama

Hujan

Sore kemarin terbangun karena mendengar suara hujan yang begitu deras. Meski berisik, tapi suara hujan ketika denger bagai alunan alam yang menenangkan.

Lalu pikiran berkelana.

Saya, detik ini, masih tidur dengan atap di atas kepala saya dan kasur di bawah badan saya. Suara hujan lantas menjadi pengantar tidur.

Tapi,
Bagaimana dengan orang di luar sana yang harus resah dan cemas tiap hujan turun deras? Khawatir air akan membanjiri hunian mereka.

Berkah dan bencana hanya penamaan dari manusia. Semua itu datangnya dari Allah. Di satu sisi, yang orang kira berkah bisa saja sebenarnya bencana. Sementara, yang orang kutuh sebagai bencana nyatanya adalah berkah tak terhingga dari Rabbnya.


Komentar

Popular

Semakin Berbagi, Semakin Allah Beri

Berbagi itu tentang mensyukuri nikmat yang Allah kasih. Berbagi itu tentang menyadari bahwa semuanya yang dimiliki hanya titipan Illahi. Semakin banyak berbagi, semakin berbahagia diri ini. --- Tidak pernah ada orang yang berbagi lalu menjadi miskin. Yang ada, semakin cukup, semakin kaya. Allah akan gantikan dengan yang lebih baik lagi, tak hanya dalam bentuk materi, tapi juga kenikmatan beribadah sampai ketenangan diri. Yang hilang akan Allah ganti, sebagai mana Ia katakan dalam Ad-Dhuha. Dan jangan lupa, janji Allah itu pasti. Tentang berbagi ini, saya sadari tidak hanya melulu materi. Saya coba untuk berbagi dengan apapun yang ada di diri saya. Ilmu, senyuman, tenaga. Selalu mendapat energi positif dari kegiatan sosial adalah salah satu cara saya agar mereduksi energi negatif yang terkadang datang menghampiri.  Dari mengajar adik kecil hingga membantu memberi makan pada yang membutuhkan. Namun, satu kisah berbagi paling menarik versi saya yakni k...

Lapang Dada

Salah satu doa yang harus diulang-ulang adalah.. "Robbis rohlii shodrii.." - Ya Rabb, lapangkanlah dada hamba. Kelapangan dada atas apapun yang terjadi, yang sudah ditetapkan jadi hal yang utama. Supaya hati tidak berat menjalani tiap harinya. Sudah seminggu, hati rasanya sedih sekali. Tidak bisa mendeskripsikan lebih detail lagi perkara sedihnya. Tiap malam, hanya mampu mengadu pada Allah sembari membasahi mata dengan air alaminya. Mengadu dengan terisak perihal dada yang akhir-akhir ini sesak. Lalu, malam ini, mendengar.. "hatinya belum lapang, maka dadanya terasa sesak." Tumpah ruah rasanya tiap rasa di dalam hati. Tapi, masih belum menemukan, belum lapang soal apa? Belum lepas soal apa? Tentang hal yang terjadi kemarin, dalam dirin sudah tak menyimpan sakit. Sudah diresapi lalu dilepaskan ke langit. Tentang bahagianya, memang sengaja disimpan, agar hanya ada hal baik yang menetap. Perihal rindu? Ah rasanya diri ini merindukan semua orang, meski sesekali rasa rin...

Am I Deserve?

Satu lagi titik yang sedang saya pijak di fase kehidupan ini. Titik yang bahkan untuk membayangkannya saja saya terlalu takut.  Lalu pikiran saya memutar kembali ke ingatan beberapa bulan sebelum saya sampai pada titik ini. Saya masih ingat betul bagaimana perasaan takut dan gelisah kala itu. Saya-belum-menemukan-judul-untuk-skripsi-saya. Tertekan? Tentu. Pusing? Banget! Saya sampai berpikir bahwa, yasudahlah tahun depan saja lulusnya. Saya merasa sudah dititik enggan untuk mencari topik apa yang menarik untuk saya teliti. Saya merasa, ah gini doang nanti , ah gak seru .  Dan, akhirnya saya pasrah. Saya pasrah sepasrah-pasrahnya manusia yang pasrah. Saya berdialog dengan Allah dalam masa kebingungan itu. Saya hanya mengandalkan "Ya Allah tolong berikan saya judul yang bisa membawa keberkahan untuk saya, saya mampu untuk mengerjakannya, dan membawa saya pada kelulusan." Tiap lima hari sekali ataupun pada waktu-waktu lainnya. Plus menangis. Saya tahu berdoa tanpa u...

Bising

Luarku tampak tenang Tapi, otakku bergemuruh Seperti ombak di tengah samudera Menghantam kapal-kapal nelayan Yang tengah mencari ikan. Aku diam Namun, kebisingan ini tak mau hilang. Aku menangis, Kukira ia akan pergi melalui Rembesan air yang mengalir. Suara-suara itu masih ada Tak mau diam Hingar bingar itu masih terasa Tak mau pergi Perutku pun bergemuruh Meminta haknya yang tak jua diisi Karena hingar bingar ini membunuh Semua rasa laparku Aku menutup mata Masih dengan harap yang sama Hanya supaya tak lagi bising Sudah berhenti Aku ingin memejamkan mata sejenak Kembalilah di waktu lain

Damai yang Mematikan

"Sudah sudah jangan ribut," tegur ibu saya malam ini pada saya dan adik saya. Kami berdua sedang beradu argumen tapi tidak serius, kami pun tahu. Lalu, ibu saya bilang bila pusing mendengar kami. Saya pun menyaut. "Berantem itu bagian dari perkembangan dan tumbuh. Gak akan tumbuh kalau gak berantem. Lagian jadi gak tau apa yang mau disampaikan." Lancar sekali dan terdengar kurang sopan ya. Namun, ibu saya harus tahu kalau kami berdua sudah besar dan paham bagaimana caranya berdiskusi. Sebagai saudara, rasanya wajar toh berselisih pendapat.  Setidaknya saya tahu perspektif adik saya atas satu hal, dan saya pun bisa mengutarakan pendapat saya. Selama tidak pakai bahasa yang kasar, menurut saya ya wajar saja. Lalu, saya menyadari. Pikiran saya melayang ke keadaan rumah bertahun-tahun lalu.  Orang tua kami selalu terlihat adem-ayem saja. Tak pernah tengkar bentak sana sini. Tak pernah saling caci maki di depan kami. Kalau membaca literasi soal 'parenting' ini ad...