Langsung ke konten utama

Yakin dan Cemas

Pikiran yang saling berseberangan dan membelakangi sedang memenuhi pikiran. Tentang hal apa, saya tidak tahu pasti.

Bila dikerucutkan, gelembung pikiran-pikiran ini menuju dua hal, pekerjaan dan percintaan. Dua hal yang sudah Allah tetapkan sejak ribuan tahun lalu. Hal yang sebenarnya tak perlu manusia cemaskan. Tapi, saya membohongi diri sendiri jika saya tak cemas atas hal itu.

Dua pikiran itu sudah mengganggu beberapa minggu belakangan. Puncaknya, saya merasa tak bisa bangun dari tempat tidur, bahkan sekadar untuk beraktivitas kecil. Saya meringkuk, membenamkan diri dalam tidur meski rasa kantuk saya sudah habis. Tiga hari yang cukup menyiksa karena saya kehilangan diri saya setelah sekian lama tak pernah merasa seperti itu.

Dampaknya, mood saya untuk berkomunikasi lenyap. Tak ingin berinteraksi karena merasa tak ada lagi tenaga untuk basa-basi. Tanda tanya memenuhi diri.

Kenapa kondisi ini terbilang parah? Karena pikiran bahwa dunia akan baik-baik saja bila saya tidak ada tetiba menghampiri. Pikiran bahwa tidak ada yang peduli bahkan mencari jika saya pergi pun ikut mendatangi. Saya berada di situasi itu.....kembali.

Sekuat tenaga saya menghalaunya, berusaha menyadari kalau itu hanya pikiran saya bukan kemauan saya yang sebenarnya. Bahwa itu hanya perasaan negatif yang sedang melingkupi. Bahwa itu hanya perasaan sepi dan sendiri yang sedang mendominasi. Itu bukan saya.

Dan benar saja, setelah sekuat tenaga bertahan dan dengan bantuan Allah, saya masih hadir di hari ini. Berenergi meski belum sepenuhnya.

Saya masih berusaha meyakinkan diri saya kalau Allah sudah pasti tak akan ingkar janji. Tiap doa yang dibarengi dengan tengadah tangan ini, akan Allah jawab di waktu yang sudah Ia susun sedemikan rapi. Tak terlambat, tak terlampau cepat.

Saya paham sekali, perasaan cemas itu masih ada, tak berusaha saya kesampingkan tapi disadari untuk diterima. Perasaan negatif juga teman diri bukan musuh yang harus dihalau pergi. Ia lebih butuh dipeluk dan disadari agar tak menumpuk dan menjadi sampah perasaan.

Tapi berkali-kali juga saya berdoa agar Allah bantu saya menapaki jalan yang memang sudah Ia ridhoi dan berkahi. Karena rasanya saya berada di persimpangan jalan dan entah harus memilih arah yang mana.

Berkali-kali saya yakinkan diri bila memang waktunya, Allah akan beri dalam bentuk apapun yang Allah mau, bukan yang saya mau.

Allah tidak akan abai, Allah tidak akan pernah meninggalkanmu. 

Komentar

  1. "pikiran bahwa dunia akan baik-baik saja bila saya tidak ada tetiba menghampiri. Pikiran bahwa tidak ada yang peduli bahkan mencari jika saya pergi pun ikut mendatangi."

    Sama.

    BalasHapus

Posting Komentar

Popular

Penuh

Seperti yang sudah-sudah, Allah akan memberi apa yang saya semogakan di saat titik terpasrah saya. Kali ini, hal itu terjadi kembali.  Setelah berjibaku dengan patah hati dan sibuk mengisi diri sendiri, saya sampai di akhir kesimpulan bahwa tidak akan berusaha lagi untuk mengenal seseorang dan hanya menyerahkannya pada Allah. Kira-kira pikiran itulah yang terbersit ketika saya berada di kereta, jauh-jauh untuk menemui orang asing yang sebelumnya pun saya tidak tahu bahwa dia ada di dunia ini. "Kalau ini tidak berhasil juga, berhenti yah," batin saya saat itu.  Saya menemuinya tanpa membawa ekspektasi apapun selain ah ya saya akan punya teman baru lagi, menambah panjang daftar teman baru jalur aplikasi kencan. "Kayaknya saya gak bawa helm, Pin. Pinjem dulu gih di abang gojek," ujarnya membuka percakapan. Memecah kegugupan saya yang sudah minum dua butir milanta. Saya hanya berusaha mengikuti alur percakapan yang dimulai dengan sangat cair. Rasanya seperti perjumpaan ...

Semakin Berbagi, Semakin Allah Beri

Berbagi itu tentang mensyukuri nikmat yang Allah kasih. Berbagi itu tentang menyadari bahwa semuanya yang dimiliki hanya titipan Illahi. Semakin banyak berbagi, semakin berbahagia diri ini. --- Tidak pernah ada orang yang berbagi lalu menjadi miskin. Yang ada, semakin cukup, semakin kaya. Allah akan gantikan dengan yang lebih baik lagi, tak hanya dalam bentuk materi, tapi juga kenikmatan beribadah sampai ketenangan diri. Yang hilang akan Allah ganti, sebagai mana Ia katakan dalam Ad-Dhuha. Dan jangan lupa, janji Allah itu pasti. Tentang berbagi ini, saya sadari tidak hanya melulu materi. Saya coba untuk berbagi dengan apapun yang ada di diri saya. Ilmu, senyuman, tenaga. Selalu mendapat energi positif dari kegiatan sosial adalah salah satu cara saya agar mereduksi energi negatif yang terkadang datang menghampiri.  Dari mengajar adik kecil hingga membantu memberi makan pada yang membutuhkan. Namun, satu kisah berbagi paling menarik versi saya yakni k...

Surat Cinta untuk Rabbnya - Terima Kasih

Dalam perjalanan pulang sehabis bekerja hingga larut, saya berhenti sejenak. Menengok ke sekitar, menengadahkan wajah ke langit. Lalu bergumam,  Masya Allah saya sudah ada di titik ini. Titik yang tidak pernah saya bayangkan akan terjadi di tahun sebelumnya. Lebih besar, lebih menyenangkan. Berkesempatan ada di sini, dalam pesta demokrasi lima tahunan, melihat dalam perspektif yang berbeda. Air mata saya luruh diam-diam, tak mampu saya bendung. Ingin sekali bergegas berwudhu dan mengucap syukur sebanyak-banyaknya, serta memohon ampun sedalam-dalamnya. Begitu besar yang Allah beri, begitu sedikit kewajiban yang saya tunaikan. Tak ada murka dalam tiap perjalanan, tapi selalu ada teguran yang mengembalikan. Ya Rabb, hambaMu yang lalai ini berusaha untuk selalu berterima kasih atas segala ketetapan dan ketentuanMu. Masih banyak sekali lalai dalam syukurnya, masih banyak kufur dalam nikmatnya. Ya Rabb, terima kasih. Terima kasih.

Syukur

Satu bagian dari diri saya masih memroses hal baik dan manis yang belakangan ini terjadi karena satu orang. Entah apa rencana Allah hingga Ia beri saya teman dalam perjalanan hidup yang panjang ini.  Setelah bertahun-tahun terkungkung dalam pikiran bahwa saya tidak menarik, manusia ini dengan gamblangnya mengatakan ingin bersama selamanya. Tak ada satu hari pun tanpa dia menghujani saya dengan kalimat-kalimat sayangnya yang terasa begitu tulus dan dilontarkan begitu saja. Dia tidak berhenti mengatakan bahwa dia sayang, meski sering kali kata itu tidak saya balas karena percayalah kata-kata itu terlalu berarti hingga saya merasa tak bisa membalasnya. Namun, tiap kalimat-kalimat manis yang ia tulis untuk menunjukkan betapa bersyukurnya dia bertemu saya, hanya mampu saya balas dengan doa: "Ya Allah jagalah dia dan berikan ia kesehatan, serta bahagia dan ketenangan hati sampai nanti." Hingga saya menulis ini, air mata saya seperti mengiyakan kebaikan orang ini atas saya.  Mungkin...

Bolak-balik Hati

Sejatinya hati manusia itu milik Allah. Manusia, yang sering dengan jemawanya sering menyebut hati adalah miliknya, bahkan tidak akan pernah mengerti tentang hati tersebut. Tiga bulan lalu saya merasa sepi, kosong, butuh afeksi dari manusia lain. Sampai-sampai merasa tak ada yang peduli. Namun, saya lupa. Saya lupa meminta untuk terus diberikan rasa cukup dan penuh. Untuk jangan dibiarkan merasa sepi meski sendiri. Untuk diberikan rasa cukup di hati hanya dengan kehadiran Allah. Saat ini, saya sedang merasa cukup dan penuh, sehingga tidak merasa butuh manusia lain. Perasaan yang seharusnya tinggal lama. Tapi, hati adalah bagian yang paling sering goyah jika tak benar-benar dijaga. Hari ini dia bisa meletup-letup bahagia, namun di lain hari dia bisa merasa paling gundah dan gulana. Tak berhenti saya berdoa untuk bisa merasa seperti ini lebih lama, supaya tak ada celah untuk berharap afeksi dari manusia. Bila memang bentuk afeksi Allah adalah lewat manusia lain, akan saya terima. Tapi, s...