Presiden
Filipina yang baru, yakni Rodrigo Duterte,
menjadi salah satu presiden yang kebijakannya banyak menimbulkan pro kontra di
dalam negeri maupun di luar negeri. Presiden Duterte memperoleh kurang lebih 16
juta suara dalam pemilu, mengalahkan kandidat lainnya yakni Mar Roxas, yang memperoleh kurang lebih 9 juta
suara. Ia mengambil simpati dari
warga Filipina dengan menjanjikan perubahan kepada warga kelas menengah ke bawah
(Santos,
2016) .
Menurut survey yang dilakukan oleh Pulse Asia, tingkat kepercayaan warga Filipina terhadap Presiden Duterte mencapai 91 persen. Salah satu yang ingin ia lakukan di masa pemerintahannya adalah meningkatkan lapangan pekerjaan di Filipina. Karena adanya ketimpangan antara warga yang memiliki usia produktif untuk bekerja dengan lapangan pekerja yang tersedia. Hal ini membuat banyak warga yang akhirnya memutuskan untuk mencari pekerjaan di luar negeri
atau biasa disebut Overseas Filipino Workers (OFW). Pada bulan Agustus,
sebanyak 128 pekerja Filipina yang bekerja di Arab Saudi dipulangkan karena
perusahaan tempat mereka bekerja dinyatakan bangkrut. Presiden Duterte pun
menyambut langsung kepulangan mereka di bandara dan berjanji akan memberikan
mereka pekerjaan yang baru. Tindakan cepat tanggap Presiden Duterte ini mampu menarik simpati warga Filipina (Santos, 2016) .
Hal lain yang juga menjadi salah satu misi Presiden
Duterte adalah membebaskan Filipina dari narkoba dan juga korupsi. Karena misi
ini, diperkirakan sekitar 2.000 orang lebih pengguna dan pengedar narkoba telah
tewas. Presiden Duterte pun mengizinkan polisi untuk melakukan kebijakan tembak
di tempat jika memang ada barang bukti narkoba. Kebijakan Presiden Duterte ini
pun mendapat respon yang cukup keras dari dunia internasional, karena
menyangkut Hak Asasi Manusia (HAM) dan juga melanggar hukum-hukum yang berlaku
karena menghukum tanpa adanya proses pengadilan terlebih dahulu. PBB dan juga
organisasi advokasi Global seperti Human Rights Watch dan Amnesty International
telah merespon hal ini dan menghimbau Presiden Duterte untuk menghentikan
kebijakan tembak ditempat-nya ini. Kebijakan ini pun dianggap sebagi suatu
bentuk pembantaian yang dilakukan kepada umat manusia. Namun, apa respon dari
Presiden Duterte? Ia terkesan acuh tak acuh atas respon dunia internasional dan
menyatakan hal ini akan terus berlanjut hingga hari terakhir kepemimpinannya di
Filipina (Iyengar, 2016) .
Yang juga menjadi pemberitaan media akhir-akhir ini
adalah pernyataan Presiden Duterte yang menginginkan agar semua pasukan Amerika
Serikat meninggalkan Filipina dan juga ingin mempertimbangkan kembali
perjanjian pertahanan diantara kedua negara. Seperti diketahui Filipina dan Amerika Serikat
adalah sekutu lama melalui perjanjian kerjasama pertahanan yang telah mereka
buat sejak lama. Dibawah perjanjian ini, Amerika Serikat berhak untuk membangun
pangkalan militer di 12 lokasi –bahkan lebih- berbeda di Filipina. Perjanjian pertahanan ini
bahkan telah mereka perbaharui lagi di tahun 2014. Kedua negara menandatangani
Perjanjian Kerjasama Pertahanan Lebih lanjut (Enhanced Defense Cooperation Agreement) dengan rentang waktu
perjanjian ini adalah sepuluh tahun, yang mana semakin memperkuat kehadiran
militer AS di Filipina untuk bantuan kemanusiaan dan juga operasi militer (Albert, 2016) . Perjanjian ini
ditandantangani dibawah pemerintahan presiden Filipina sebelumnya, yaitu
Presiden Benigno Aquino.
Presiden Duterte semakin memperlihatkan adanya shifting policy dalam masa
pemerintahannya. Ia membuka lebar kesempatan latihan militer bersama dengan
Cina dan Rusia. Hal ini tentu mencederai sekutu lamanya, Amerika Serikat. Begitu
pula dalam kasus Laut Cina Selatan. Dalam masa pemerintahan Presiden Aquino, Filipina
sampai membawa permasalahan ini ke Permanent Court Arbitration atau Mahkamah
Arbitrase Internasional. Kasus ini kemudian dimenangkan oleh pihak Filipina,
namun hasil dari arbitrase ini tidak ditolak oleh Cina dengan sejumlah alasan. Presiden
Aquino cenderung lebih keras bereaksi atas sikap Cina ini. Namun, di masa
Presiden Duterte, ia malah ingin tidak terlalu mempermasalahkan sikap Cina ini.
Presiden Duterte ingin menyelesaikan sengketa wilayah di Laut Cina Selatan ini
dengan dialog diantara kedua negara atau melalui hubungan bilateral.
Sikap merapat ke salah satu kekuatan dunia lainnya –Cina
dan Rusia- menunjukan adanya alur perubahan kebijakan yang ingin Duterte
lakukan. Dalam beberapa wawancara dengan media, Duterte mengatakan bahwa
Amerika Serikat terlalu mencampuri urusan dalam negeri Filipina, seperti
kebijakan anti-narkobanya. Sementara pihak Cina menjunjung tinggi dengan tidak
melakukan intervensi (non-intervention)
apapun terhadap urusan dalam negeri negara lain. Sikap ini juga terlihat
pragmatis karena melihat penurunan pengaruh Amerika Serikat di dunia
internasional dan semakin meningkatnya pengaruh dan peran Cina di dunia internasional.
Amerika Serikat cenderung belum merespon atas tindakan yang dilakukan sekutu lamanya tersebut. Salah satu pejabat pemerintahan di AS menanggapi bahwa AS tidak bisa merespon tindakan Duterte ini dengan keras. Ia pun menilai jika Duterte suatu saat bisa saja kembali mendekat ke AS jika memang diperlukan untuk memenuhi kepentingan nasional negaranya. Pemerintah AS pun masih terus memantau tindakan yang akan diambil Duterte selanjutnya setelah dengan jelas menyatakan kedekatannya dengan Cina. AS tidak mau begitu saja perjanjian pertahanan yang memang telah disepakati di pemerintahan sebelum Duterte.
Amerika Serikat cenderung belum merespon atas tindakan yang dilakukan sekutu lamanya tersebut. Salah satu pejabat pemerintahan di AS menanggapi bahwa AS tidak bisa merespon tindakan Duterte ini dengan keras. Ia pun menilai jika Duterte suatu saat bisa saja kembali mendekat ke AS jika memang diperlukan untuk memenuhi kepentingan nasional negaranya. Pemerintah AS pun masih terus memantau tindakan yang akan diambil Duterte selanjutnya setelah dengan jelas menyatakan kedekatannya dengan Cina. AS tidak mau begitu saja perjanjian pertahanan yang memang telah disepakati di pemerintahan sebelum Duterte.
Perubahan kebijakan dalam masa Duterte ini dapat dianalisa lebih lanjut melalui faktor idiosinkratik dari Duterte sendiri dan juga dinamika adanya dinamika dalam sistem
internasional. Hal ini menjadi menarik untuk diikuti perkembangannya karena terlihat sekali perbedaan kebijakan yang
dilakukan antara Presiden Duterte dan Presiden Aquino. Duterte pun berdalih
jika hal ini ia lakukan semata-mata untuk kehidupan warga Filipina yang lebih
baik lagi. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh Duterte mungkin belum bisa
dianalisa lebih lanjut karena Filipina dibawah kepemimpinan baru berjalan
beberapa bulan. Namun, jika perubahan sikap Filipina ini terus berlanjut, maka
bisa saja terjadi perubahan konstelasi politik dunia.
References
Albert,
E. (2016, June). The
U.S.-Philippines Defense Alliance. Retrieved from CFR Backgrounders: http://www.cfr.org/philippines/us-philippines-defense-alliance/p38101
Iyengar,
R. (2016, Agustus). The
Killing Time: Inside Philippine President Rodrigo Duterte’s War on Drugs.
Retrieved from Time: http://time.com/4462352/rodrigo-duterte-drug-war-drugs-philippines-killing/
Santos,
A. P. (2016, September). Why
is Duterte so popular in the Philippines? Retrieved
from www.dw.com: http://www.dw.com/en/why-is-duterte-so-popular-in-the-philippines/a-19540056
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusnice explanation!
BalasHapusnice journal
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusGreat View, kindly visit my post on
BalasHapushttp://auzanshadiq.blogspot.co.id/2016/10/hallyu-halal-dan-diplomasi.html
Presiden Duterte memang terlihat sedang berpindah haluan ya
BalasHapusseru juga bahas Duterte!!
BalasHapus"Duterte mengatakan bahwa Amerika Serikat terlalu mencampuri urusan dalam negeri Filipina" NICE!!!!
BalasHapusIdiosyncratic indeed matters! Menarik ya, sejauh apa filipina bisa bergeser menjauh dari AS nanti
BalasHapusStill on going issue. Really nice to keep our eye on this
BalasHapusHottest issue
BalasHapusMau dibilang keras ya keras tapi gimana ya kalo gak ditegasin bingung juga mau ditindak lanjut pake apa. tapi tiap orang punya cara pandang yg beda2 sih. pasti ada pro kontra nya.
BalasHapusUntuk tulisan sudah cukup baik. Alur dan isu yang mau diangkatpun jelas. Tapi ada bagian paragraf yang ketersambungannya sempat hilang. Yang paragraf pertama ke kedua. Awalnya menceritakan Duterte tiba-tiba langsung ke lapangan kerja. Bikin kalimat awal yang menyambungkan dengan atas. Tapi secara umum udah bagus masalah teknis.
BalasHapusUntuk pembangunan argumen berdasarkan data juga udah baik. Banyak data yang dijelaskan untuk mendukung setiap penjelasan. Sehingga untuk teknis dan data udah baik, tinggal ditingkatinnya di bagian analisis. Kuatin data analisis. Ini memang yang masih terus perlu belajar, termasuk saya.
Intinya keren, lanjutkan. Semangat opin!
bagusss nyaaa
BalasHapuscukup menarik mengenai shifting policynya Filipina terlebih lagi sikap kerasnya pada Amerika Serikat yang merupakan sekutu lamanya
BalasHapusShifting policy sounds interesting
BalasHapusIsu yg menarik banget buat diikutin karena memang sikap Duterte sendiri sangat2 berbeda dari sikap presiden Filipina sebelumnya
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusHi opin! Semester kedua tahun 2016 emang kasih banya surprise ya. Too many shifting patterns happened lately, even South Caucasus do shifting too hehe. Yes it is, Duterte has cast many controversial outcomes in his early year- no, months, of his presidency and is being the hottest topic among Southeast Asia scholars. Hmm- the leader's psychological aspect plays a main role in shaping them, probably- if you exclude the national importance concept. Personally, i like how your built-in analysis was supported by datas and facts- it gets more coherent each sentence. And as for the topic, we knew that Duterte has been the president for several months so it's still too early to judge in. We'll see where it (his controversial policies) might leads. Keep up the good work!
BalasHapusCheers :)
*oh btw, i haven't read the U.S response regarding this. Have they (U.S) outcast any response? Because you know IR students would like to see some feuds- in South China Sea conflict xD
Menarik! Coba bahas lagi dari sisi Authoritarianism deh, kesamaan karakter pemerintahan Duterte sama Putin Russia mungkin menjadi nilai kedekatan tambahan. Bahkan mungkin kalau Donal Trump yang terpilih 2016 ini, akan muncul kedekatan yang sama.
BalasHapusGw liat Duterte jelas banget Authoritarianism, pemerintahan yang karakter pemimpinnya kuat dan popularitas dalam negeri yang tinggi. Apa lagi cara dia mengambil hati warga dengan membazmi narkoba.
Kevin Gamaliel
Nice analysis and I think President Dueterte has an unique leader character, He makes a great decision to war on narcotics
BalasHapuskindly visit my post and please give a positive comment on:
https://zhafmun.blogspot.co.id/2016/10/integrasi-muslim-di-eropa.html
Duterte is da real MVP ������
BalasHapusmenarik melihat bagaimana respon AS nantinya ke Filipina, sempat mau ambil bahasan ini juga keren lah pkoknya
BalasHapusnice journal!!!!!!!!
BalasHapus